23 June 2014

THE LAST ZAT

[PANGGUNG TEATER ZAT DI DUNIA NYATA]


SEBUAH KISAH TENTANG MANUSIA YANG PERNAH MENCOBA MENGENAL KATA KEBERSAMAAN MENJADI PERSAUDARAAN. TENTANG MASA SILAM YANG AKHIRNYA MENYADARKAN BAHWA MALAM MERUPAKAN SAAT YANG PALING PANTAS MENYEMBUNYIKAN KELAMNYA KEHIDUPAN JAKARTA. TENTANG KEMAUAN MENYENGSARAKAN DIRI. TENTANG CINTA, KEBERANIAN, DAN PEMBODOHAN. DAN JUGA TENTANG ORANG PINTAR YANG ACAPKALI DITELIKUNGI KETOLOLAN SESAAT. CERITA INI ADALAH CERITA TENTANG ORANG YANG TERSINGKIR DAN SELALU DISINGKIRKAN. DUNIA ADALAH PANGGUNG TEATER YANG SEBENARNYA…


*** [kalo ada yang tersinggung, gue mohon maaf banget. gue nggak ada niatan bakal nyinggung lu semua kok. gue cuman iseng aja! lagi konak nulis! sumpah!] ***



CERITA ITU...


SEMUA berubah ketika pancaran mentari bersinar agak redup di awal Desember 2015. Mendung.

Musim tahun ini ternyata musim kemarau. Tidak seperti biasanya memang, orang-orang yang sempat hidup di awal tahun 2000 mengenalnya sebagai bulan yang penuh dengan hujan, dan sekarang orang malah mengenalnya sebagai musim kemarau. Kering kerontang Jakarta tidak pernah hujan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, demikian seperti dilansir sebuah koran harian ibu kota. Jadi selama tiga tahun terakhir Jakarta hanya mengenal musim kemarau dan musim kemarau. Tentu saja Gubernur DKI Jakarta senang karena pengeluaran anggaran untuk banjir dengan sendirinya akan berkurang dan akan masuk ke rekening pribadinya.

Pagi masih redup. Dan Upang masih saja berdiri di pinggiran Jalan Rawamangun Muka di depan sebuah kampus yang dulu bernama IKIP Jakarta sambil menghisap rokok dalam-dalam. Sebuah Metromini Jurusan Pulo Gadung - Kampung Melayu lewat, Upang dengan sigap berdiri. Kenek Metromini yang masih bergelantungan dengan sigap memberikan lembaran uang kepada Upang.

"Jangan cepet-cepet bos, belum lima menit kok," kata Upang ke Kenek.

"Siapa?" tanya Kenek.

"76. Sewanya nggak banyak, santai aja." Kenek itu terdiam, "Gadung!! Gadung!!" Upang ngeloyor pergi dengan teriakan yang lantang. Rupanya latihan vokal yang sempat didapat semasa latihan teater sangat membekas sekali.

Beberapa mahasiswa naik ke Metromini itu. Lalu segera pergi dengan meninggalkan kepulan asap yang banyak. Rupanya Upang kini menjadi timer Metromini.

Sebuah Metromini lewat lagi, kali ini Jurusan Pulo Gadung - Manggarai, dengan sigap Upang berdiri lagi. Kenek langsung loncat turun ketika Metromini menepi. Dia memberikan uang ke Upang. Tanpa sadar kenek itu seperti mengenali Upang.

"Upang? Lu Upang kan?" kenek itu kaget. Upang juga kaget, ia mencoba mengingat siapa kenek yang ada di depannya.

"Ya ampun Foy!!!" kata Upang.

Foy mengangguk senang.

"Lu jadi kenek sekarang! Nggak ngajar lagi lu?" wajah Upang masih belum bisa menghilangkan kekagetannya karena Foy yang dulu dikenalnya bertubuh sangat tambun. Sekarang menajdi sangat kurus.

"Gue berhenti ngajar, Pang. Membosankan! Enakan jadi Kenek, tiap hari bisa keliling-keliling naik mobil gratis." Kata Foy. "Lu sendiri nggak ngajar lagi."

"Gue lebih menikmati jadi timer daripada jadi guru. Beban banget coy jadi guru."

Upang tersenyum bangga sama sahabatnya. Keduanya saling menepuk-nepuk pundak karena sudah lama sekali tidak ketemu. Foy lalu minta ijin sama sopir kalau hari ini dia minta bolos barang 2 rit karena baru ketemu sahabat lamanya. Untungnya sopir mengijinkan berkat kemampuan akting Foy yang meyakinkan pada saat minta ijin sama sopir.

Metromini lain berhenti juga. Dua orang perempuan dengan pakain menor dan tingkah yang sangat genit turun. Walaupun lemah gemulai tetap tetap tidak menutupi kalau keduanya adalah bencong alias waria. Melihat Foy dan Upang, waria tadi langsung kaget dan berlari memeluknya. Tentu saja Upang dan Foy kaget dan agak risih.

"Hei! Bencong dari mana sih lu, pagi-pagi udah maen peluk aja!" hardik Upang dengan kasar. Foy juga sama, matanya mendelik karena malu dilihat mahasiswi UNJ yang akan masuk kampus.

"Tuh kan sombongnya keluar deh, masa sih situ nggak kenal sama ike." Kata bencong satu dengan genit.

"Aduhhh, Upang sama Foy kok makin lama makin ganteng aja deh. Jadi tambah nepsong deh ike." Kata bencong dua dengan genit sambil mengedip-ngedipkan matanya ke Foy dan Upang.

"Hei, gue nggak pernah kenal sama bencong kayak lu!" Foy mulai marah.

"Idiihh sampe segitunya, ike kan Dur atau Rois. Dan ini Muret alias Iwan Purnanto," kata Rois sambil bergelayut manja di pundak Muret.

Upang dan Foy sama-sama terdiam. Kaget sekali mereka. Mulutnya melongo lebar, tapi mereka merasa mulutnya tercekat karena tidak ada sepatah kata pun yang meloncat dari mulut keduanya. Air liur mulai menetes melewati celah-celah mulut yang menganga lebar.

"Hei, hei, hei, begitu aja bengong sih," kata Muret sambil menggoyang-goyangkan tangan di depan mata lalu menutup mulut Upang dan Foy yang masih melongo, "Tapi ike sekarang nggak dikenal dengan nama Muret lagi. Nama ike sekarang Retchy Viola. Panggilan sayang ike Ola."

"Kalau ike Rosy Durosie," kata Rois dengan wajah yang berusaha tampil imut. "Soalnya dulu ike ngefans abis sama mahasiswi yang namanya Rosi. Kecil-kecil tapi bikin ike konak."

"Lu… kok bisa jadi kayak gini sih," Upang masih belum pulih kekagetannya.

"Bukannya lu berdua pada ngajar?" Foy menimpali.

"Abis gimana lagi sih," kata Dur, "Ike kan pengen cepet-cepet tajir. Punya mobil bagus, punya rumah gede. Kalo jadi guru kan lama kayanya tuh, makanya ike mendingan jadi bencong."

"Dulu ike pengen banget naik haji, tapi duitnya nggak pernah cukup. Setelah jadi bencis malah bisa naik haji. Eee, pas mangkal di Taman Lawang malah ketemu Rosy," kata Muret.

"Astagfirullahal adzim, masak naik haji dari uang mbencong. Gila aja lu, Ret!" Foy menimpali.

"Yey sirik banget sih Foy. Dari pada naik haji dari duit korupsi, mendingan jadi bencong, tiap malam penghasilan ike lebih dari 1 juta." Kata Muret bangga.

"Iya, modalnya murah lagi, cuman ngisep sama pantat nonggeng doang, hik hik hik." Rois tertawa genit tapi tetap berusaha sok jaim. Muret juga ikutan tertawa.

Pada saat mereka masih asyik ngobrol, seseorang dengan pakaian rapi lewat. Dari pakaiannya dia seorang ustadz. Ustadz ini sempat melirik sebentar ke empat orang yang sedang berdiri di depan tugu kampus UNJ, dia seperti mengenal, tapi orang itu cepat bergegas lagi.

"Bo!" Foy, Upang, Muret, dan Rois sama-sama berteriak.

Orang itu berhenti dan kembali menoleh. Agak ragu meneliti keempat orang itu, tapi lama-lama senyumnya tersungging di bibirnya.

"Masya Allah, rupanya antum semua." Bo berlari dan menghampiri mereka sambil bersalaman dengan hangat, "Ini siapa Pang, Foy." Kata Bo sambil meneliti Dur dan Muret.

"Ike Dur Bo, dan ini Muret." Kata Dur dengan bersungut karena Bo tidak mengenalinya.

"Ya ampun, kenapa antum bisa jadi kayak gini?"

"Udeh deh Bo, mentang-mentang yey pake baju kayak ustadz, terus yey ngina-ngina ike sama Rosy," Muret juga tidak kalah bersungut. Bo hanya tertawa saja.

"Kesibukan lu apaan Bo?" tanya Upang.

"Ane jadi tukang ceramah. Lumayan lah kalo hari Jumat masih ada orderan buat ngasi khotbah di masjid. Sering juga ngisi pengajian ibu-ibu di komplek-komplek." Kata Bo ramah dan santun.

"Sekarang lu baru pulang ceramah nih ceritanya." Kata Foy.

"Benar Foy, kebetulan hari ini ane ngisi ceramah di kompleks Daksinapati. Ada yang mau nikah. Dan ane disuruh ngasi tausiah dan mauidzoh hasanah perkawinan buat calon pengantin."

Semua mengangguk dan bangga kepada Bo. Hening sekali di sana. Mereka sepertinya terhanyut ke 15 tahun yang lalu ketika masih sama-sama sering nongkrong di kampus UNJ. Sering godain mahasiswi yang seksi dengan pakaian super ketat. Sering ngintip orang pacaran di kampus malam-malam. Sering ngintip di kamar mandi. Sering berantem gara-gara pementasan teater. Dan masih banyak lagi yang membuat mereka saling memiliki satu sama lain. Semuanya terharu.

Ketika suasana masih hening, mereka dikagetkan oleh suara orang bertengkar. Terlihat di depan mereka seorang laki-laki yang sedang memisahkan dua perempuan yang berantem. Perempuan satu memakai kacamata dan berjilbab, sementara perempuan satunya lagi membawa bayi yang masih berumur beberapa hari.

"Udah, udah… jangan berantem di jalan dong. Malu kan diliat orang." Lelaki itu berusaha memisahkan.

"Gue nggak mau kalo dia tinggal di rumah," kata Perempuan berjilbab dengan ngotot sambil menunjuk perempuan yang membawa bayi.

"Gue juga. Nggak sudi gue tinggal sama lu." Sambil mendekap bayinya lebih erat.

Lelaki itu semakin pusing. Wajahnya berkerut-kerut dengan tetesan keringat sebesar biji jagung yang mulai luluh dari keningnya.

Sementara Upang dan lain-lain masih terkesima melihat itu semua. Mereka sepertinya kenal dengan lelaki dan dua perempuan yang sedang bertengkar itu.

"Itu Arief apa bukan sih?" tanya Foy.

"Sepertinya sih iya. Yang cewek juga kayaknya Ema sama Riska deh," Muret berkata dengan keganjenan yang tetap tidak dihilangkannya.

"Perasaan dari dulu nggak pernah akur tuh orang. Berantem mulu." Kata Bo kalem.

"Arief!!!!" Upang berteriak memanggilnya.

Arief terkaget-kaget. Ema dan Riska juga kaget ada yang mengenali Arief yang kini menjadi suami mereka berdua. Arief dan dua isterinya juga mengenali mereka. Ketiganya lantas bergabung dengan Upang dkk.

Bo dengan santun menasehati mereka supaya jangan terus-terusan berantem melulu.

Arief bercerita kalau sekarang punya dua isteri, Ema dan Riska. Awalnya dia memperistri Ema, tapi rupanya diam-diam Riska juga mencintai Arief. Arief kebingungan dan ketakutan untuk berselingkuh dengan Riska, takut dosa. Godaan Riska yang sangat gencar membuat pertahanan Arief jebol, Riska berhasil dihamilinya dan memberikan Arief seorang anak. Takut digebukin bapaknya Riska, Arief akhirnya bersedia mengawini Riska sebagai isteri keduanya.

Ema nelangsa. Tiap malam dia selalu bernyanyi lagu dangdut Satu Pondok Ada Dua Cinta dengan nada sedih dan sumbang. Puncaknya Ema mencak-mencak dan mengusir Riska ketika Arief junior lahir dari rahim Riska.

Semua menahan tangis mendengar cerita Arief. Rois dan Muret malah menitikkan air mata karena sisi feminimnya lebih peka dibanding yang lain. Semua terdiam kira-kira 15 menit lamanya.

"Sekarang lu ngajar di mana, Rif?" Upang berusaha mencairkan suasana.

"Gue nggak ngajar lagi Pang." Kata Arief dengan melas, "Dulu sempat ngajar, tapi gue dipecat karena terlibat affair dengan istri kepala sekolah. Sampai sekarang gue masih nganggur. Gue trauma buat ngajar lagi."

Suasana makin haru, semuanya seperti mencoba merasakan penderitaan yang dirasakan Arief. Upang yang dulu sempat suka sama Ema diam-diam juga ikut merasakan penderitaan yang dirasakan Ema.

Tidak berapa lama sebuah vespa melintas akan masuk kampus, seorang pria botak dengan perut buncit duduk di atasnya sambil bergoyang-goyang.

"Doni!!!"

Vespa berhenti. Doni senyum merekah, matanya menyipit ketika dia tiba-tiba tertawa senang karena melihat para sahabatnya sedang berkumpul di depan tugu UNJ.

"Assalaimu'alaikum!" Doni turun dari vespa dan menyalami semua dengan wajah sumringah.

"Wa'alaikum salam." Semua ikut tersenyum melihat Doni.

"Mau ngajar ke BP lu Dul."

"Bukan, gue mau legalisir ijazah ke fakultas. Gue sekarang udah nggak ngajar di BP lagi coy."

"Ngajar di mana lu sekarang?"

"Gue berhenti total dari kegiatan ngajar mengajar." Raut muka Doni tiba-tiba redup, tapi dia tetap berusaha tegar, "Gue dibantu Yunita, bini gue, jadi tukang jual beli barang bekas di jalan Jenderal Urip Jatinegara."

Semua kaget.

"Lumayan lah buat hidup sehari-hari." Doni membesarkan hatinya, "Soalnya hobi gue dari dulu kan belanja di loakan, gue nggak sadar kalo barang-barang loakan yang gue beli udah numpuk. Setelah berunding dengan Yunita, terpaksa deh gue jual lagi tuh barang."

"Penghasilannya gede dong."

"Ngga banyak sih. Tapi Nokia 6210 yang dulu gue beli cuman 300 rebu sekarang jadi 3 juta. Kata orang-orang sih itu Nokia yang langka banget."

Semua berdecak kagum.

"Jam tangan yang dulu gue beli cuman 40 rebuan sekarang harganya bisa naik 10 sampe 20 kali lipat." Kata Doni bangga. "Makanya sekarang gue mau legalisir ijazah buat formalitas ke pemda DKI. Soalnya kalo nggak pake ijazah, tramtib suka pada rese sama tukang loak."

Ketika Doni masih asyik bercerita mereka dikagetkan suara tertawa lima orang yang tiba-tiba saja muncul dari arah Utan Kayu. Mereka adalah Jebe, Kodok, Pai, Adun, Sitta, dan Ratih yang tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja nongol.

Semuanya saling bersalaman karena sudah lama tidak saling bertemu.

"Kegiatan antum semua pada ngapain aja?" Bo memulai bertanya, "Antum semua masih pada jadi guru?"

"Gue sekarang jualan sperma bebek, Bo." Kata Jebe masih cengengesan.

"SPERMA BEBEK!!!"

Semua terloncat kaget. Tapi Muret dan Rois malah tersenyum dengan muka mupeng mendengar kata 'sperma'.

"Yap! Buat kekuatan dan ketahanan penis ketika sedang berhubungan seks." Kata Jebe bangga, "Tapi gue masih dalam tahap merintis usaha ini."

Semua tak habis pikir. Geleng-geleng kepala mendengar ide gila Jebe.

"Tadi gue habis ngurus perijinan. Gue juga bekerja sama dengan Kodok, Pai, Adun, Sitta, Ratih buat kelancaran usaha ini. Prospeknya cerah, Coy." Kata Jebe berapi-api.

"Banyak banget lu ngerekrut orang."

"Emangnya tugas Kodok, Pai, Adun, Sitta, Ratih ngapain aja, Be." Kata Upang khawatir. Rupanya Upang tidak rela Ratih yang sering digodainnya dulu bekerja sama dengan Jebe.

Jebe lalu bercerita kalau dia sebagai pemilik bebek harus menyediakan sperma bebek sebanyak mungkin setiap harinya. Untuk tahap awal, bebek Jebe yang masih berjumlah 10 ekor jelas akan kesulitan mengeluarkan spermanya. Kalaupun ada hasilnya sangat minim. Makanya dia menggandeng Ratih dan Sitta untuk usaha ini.

"Tugas Ratih dan Sitta adalah membuat bebek konak. Makanya setiap pagi Ratih menari sambil telanjang di depan bebek. Kalau bebek sudah konak, Sita tinggal menampung spermanya. Kalau tidak keluar terpaksa gua sendiri yang coli tuh bebek."

"Masya Allah," kata Bo. "Itu kan haram."

"Jebe kacau nih otaknya." Kata Upang sengit.

"Gue terpaksa teman-teman," kata Ratih lirih. "Habis sekarang susah cari kerjaan. Apalagi ijazah gue cuman S.Pd Bahasa Indonesia UNJ."

"Kalo gue, kepengen banget jadi wanita karir, tapi nggak ada perusahaan yang mau nerima lulusan UNJ." Kata Sitta dengan sedih, matanya berkaca-kaca.

Jebe juga bercerita tentang Adun dan Kodok yang ikut bergabung dengannya. Tugas Adun adalah mencari janin gajah. Adun selalu bepergian ke hutan, dia akan melakukan aborsi begitu melihat gajah bunting. Di Ragunan juga acapkali Adun beraksi menunggui gajah beranak.

Sementara Kodok yang berprofesi sebagai tukang pecel lele memasok kumis lele ke Jebe. Pernah juga Kodok merugi gara-gara virus lele yang berkembang biak di Citeureup. Lelenya dimusnahkan Dinas Kesehatan tanpa ganti rugi.

"Nantinya sperma bebek akan gue campur dengan janin gajah dan kumis lele. Filosofinya sederhana, gajah lambang kekuatan, sementara lele licin banget dan nggak mudah ketangkap."

"Sekarang gue sedang mencoba bangkit lagi berbudidaya lele. Awalnya sih gue melihara lele di lubang WC. Sekarang gue buka empang di belakang rumah. Lumayan lah kalo gue boker ngga ke mana-mana." Kata Kodok yakin.

"Terus Pai ngapain lu?" salah seorang bertanya.

"Gue ini sebenarnya paranormal merangkap tabib juga." Kata Pai datar, "Spesialisasi gue membesarkan dan memanjangkan penis."

"Waw!!" Muret dan Rois kaget sambil menggigit jari tangannya ke mulut. Mukanya terlihat sangat sange sekali.

"Lima tahun gue berguru ke Mak Erot. Baru coba-coba sih." Kata Pai tanpa bermaksud menyombongkan diri.

Pai lalu menyodorkan beberapa guntingan iklan dirinya di koran. Di antaranya tertulis; 'TABIB RIFAI SI PEMBESAR ALAT VITAL', 'CUCU KINASIH MAK EROT BERAKSI', 'CUCU KESAYANGAN MAK EROT; TABIB RIFAI', 'ANDA INGIN PENIS BESAR, TABIB RIFAI SIAP MEMBANTU', 'DIPEGANG TABIB RIFAI PENIS ANDA MEMBENGKAK DUA KALI LIPAT', lengkap dengan foto Pai dan beberapa potong bambu berbagai ukuran.

"Gue membesarkan penis cuma pake daun doang yang dibaca-bacain." Lanjut Pai.

"Makanya gue berkolaborasi dengan Pai. Sprema bebek bikinan gue bisa bikin penis kuat, sementara Pai yang akan bertugas membesarkan penis. Semuanya dalam satu paket." Kata Jebe setengah berpromosi.

"Gue mau dong." Kata Upang berseri-seri.

"Yey ama ike aja Pang. Ike juga pake daun. Tapi ike pake daun pintu, tinggal jedotin aja tuh burung, pasti gede deh." Kata Muret bermaksud lucu, tapi malah jayus. Terbukti tidak ada yang tertawa. Muret cemberut. Rois berusaha menghibur teman satu profesinya dengan mengelus-elus pipi Muret mesra.

Tanpa terasa hari semakin siang. Perut semakin lapar. Matahari masih saja malu menampakkan diri.

"Kita ke Kansas yuk. Lapar nih!"

Semuanya segera bergegas bersama-sama ke Kansas. Setiba di Kansas mereka kaget karena salah satu penjual nasi padang di Kansas adalah Alhene dengan dibantu Yusman Zega sebagai pelayan. Semuanya dipersilahkan makan oleh Alhene. Gratis!

"Gue berhenti ngajar." Kata Alhene pasrah, "Kerja sebulan gajinya cuman seminggu. Mendingan gue jualan nasi Padang. Untungnya gede lagi."

"Dasar Padang lu!" Upang meledek Alhene, "Ngga boleh liat lapak kosong langsung bikin warung."

"Biarin!" sambut Alhene tidak mau kalah.

"Daripada lu cuman jadi timer doang." Zega tidak mau kalah mengkick balik Upang. Dia merasa tersinggung karena juragannya dihina Upang.

"Udah-udah. Lu juga Pang, nggak terimaskasih banget sih, udah dikasi makan gratis masih aja ngeledek." Bo mencoba menenangkan suasana sebelum terjadi perang yang sebenarnya.

Ketika semuanya masih menikmati nasi padang di warung Alhene, tiba-tiba nongol seorang preman. Mukanya serem. Mahasiswi yang kebetulan lagi nongkrong di Kansas terlihat sedikit ketakutan. Walaupun bengis, rupanya sang preman sedang murung, kerut-kerut di mukanya menandakan dia sedang dirundung masalah.

"Itu kan Dadang." Seru salah seorang yang sedang makan rendang dengan lahap.

Benar. Dia adalah Dadang. Tapi Dadang yang sekarang sangatlah berbeda dibanding Dadang yang dikenal pada awal milenium tiga. Dadang sekarang adalah seorang preman. Dia telah bermetamorfosis secara sempurna menjadi cowok sejati. Sesempurna ulat pohon yang bermetamorfosis menjadi kupu-kupu.

Pakaian yang dikenakan Dadang sama sekali tidak menunjukkan kalau dia bekas bencong. Dia adalah preman sejati yang bermotto; 'KALAU NGGAK MAU KERAS JANGAN HIDUP LU!'. Di lengannya yang terbuka, banyak tatto terlihat. Di antaranya yang tergambarkan adalah tatto hati yang retak, di bawah gambar hati itu tertulis; 'I LOVE YOU HAMDAN ATT'.

Semenjak keluar dari Padepokan Brajamusti pimpinan Aa Gatot, hidup Dadang memang berubah. Celakanya perubahan itu bukannya menjadi baik. Isu yang berkembang, Dadang sering keluar masuk penjara, telah malang melindang di rimba persilatan, bahkan pernah merajai dunia persilatan selama beberapa dekade.

Usut punya usut, ternyata itu semua hanyalah resiko dari tawaran yang pernah disodorkan Aa Gatot. Dadang bisa menjadi lelaki seutuhnya, tapi dia akan selamanya menjadi preman. Dadang setuju. Jadilah Aa Gatot menjadikan Dadang seperti itu. Ironis memang. Dan hari itu Dadang resmi keluar dari penjara Cipinang setelah dipenjara 2 tahun akibat memperkosa anak kecil.

"Oh iya, di Cipinang kan gue satu blok sama Firman, Oyong, Udin Petot." Kata Dadang melanjutkan ceritanya, "Kita sama-sama menempati bagian penjahat kelamin."

"Firman, Oyong, sama Udin jadi penjahat kelamin?!!"

Dadang mengangguk.

"Mereka juga akan bebas hari ini."

"Ceritanya gimana sampe mereka bisa kayak gitu?"

Menurut cerita Dadang, Oyong pernah frustasi karena melihat tayangan-tayangan di TV yang makin hari makin tidak jelas. Batasan pornografi makin kabur. Sebagai bentuk protes Oyong mulai merambah ke dunia film bokep. Udin dan Firman ternyata diajak juga oleh Oyong untuk mengembangkan bisnis itu.

Udin mendapat posisi sebagai pemain film bokep, sementara Firman yang bertugas di bagian distribusi film. Ceritanya mereka tertangkap dan dijebloskan di Cipinang 5 tahun penjara.

Dadang lalu menunjukkan keping VCD bokep hasil karya Oyong. Beberapa judul yang dibawa Dadang di antaranya; 'GAIRAH SI KERITING', 'SI KERITING NAN MENAWAN', 'PETUALANGAN UDIN PETOT DARI RANJANG KE RANJANG'.

"Hari ini mereka resmi bebas setelah mendapatkan amnesti dari presiden." Lanjut Dadang.

Ketika Dadang masih asyik bercerita, Firman, Oyong, dan Udin masuk ke Kansas. Semua haru melihat ketiganya berjalan dengan langkah gontai. Zega dan Alhene dengan sigap memberikan es teh manis buat mereka. Ketiganya lalu minum sambil mencoba melepaskan beban yang sangat berat.

"Awalnya gue ikutan shooting pemburu hantu," kata Udin, "Tapi sejak acara itu ditentang masyarakat, gue terpaksa nganggur."

Udin lalu bercerita kalau masyarakat Indonesia menentang acara Pemburu Hantu karena dianggap musyrik dan bisa membahayakan stabilitas keimanan umat Islam. Salah seorang temannya yang tergabung dalam gerakan Islam fundamentalis malah sempat mengancam akan membunuh Udin kalau masih terus ikut acara itu. Atas fatwa KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI), seluruh stasiun televisi akhirnya dilarang menyiarkan acara sejenis itu.

Belum lagi ada isu yang mengatakan kalau hantu minta royalti atas penayangan dirinya. Para produser jelas kebingungan karena hantu minta royalti sangat tinggi. Tapi itu semua hanya rumor yang sempat beredar di beberapa media massa nasional, kebenaran dan kevalidannya jelas sangat diragukan.

Dan Udin pun akhirnya bertemu Oyong. Waktu itu Oyong sedang jalan kaki, dia melihat Udin sedang jongkok sambil jari tangannya menggambar-gambar sesuatu di atas tanah. Oyong yang merasa kasihan membawa Udin dan memberinya pekerjaan. Udin yang waktu itu sangat butuh uang dengan sangat terpaksa mau dijadikan korban Oyong sebagai bintang film porno.

Udin pun menjadi tenar dengan limpahan dollar yang teramat banyak. Bahkan Larry Flint, penjaga majalah porno HUSTLER, sempat menawari Udin untuk berpose seronok bersama Salma Hayek dan Monica Belluci. Tetapi kemalangan memang tidak diduga sebelumnya, seorang polisi yang sering disogok Udin untuk melindunginya malah memasukkan dia ke dalam penjara.

Udin pun 'bernyanyi' di pengadilan. Dia menyebut nama Oyong dan Firman juga ikut terlibat dalam pengorbitan dirinya sebagai bintang film porno. Oyong dan Firman yang care terhadap Udin akhirnya mau juga menemani Udin di Penjara Cipinang selama 5 tahun.

Semuanya kembali terharu mendengar cerita Udin. Apalagi ketika Firman menambahkan kalau cita-citanya yang dia daki sejak kecil untuk menjadi kyai dan guru yang mengabdi membangun nusa dan bangsa gagal total.

Awalnya Firman memang enjoy menjadi guru. Murid-muridnya kebanyakan berasal dari kalangan menengah ke atas. Minimal yang dididik Firman adalah anak-anak pejabat teras, tidak sedikit juga anak-anak dan cucu menteri bersekolah di sekolah Firman.

"Terus kenapa lu berhenti jadi guru, Men?" tanya salah seorang dengan antusias.

Firman pun melanjutkan kembali ceritanya, dia berhenti mejadi guru karena marah dan dendam. Waktu itu mantan muridnya sukses menjadi wakil rakyat dan duduk manis di parlemen sambil menikmati uang rakyat. Firman dengan bangga menceritakan kepada semua orang bahwa salah satu anggota dewan yang terhormat itu mantan muridnya. Namun Firman sangat malu ketika anggota dewan itu sedang berkunjung ke kampungnya di Cangkurawok Bogor, ternyata mantan muridnya itu tidak mengenalinya, bahkan menghardik Firman dengan sangat kasar. Sejak saat itu Firman mutung ngajar dan mengucapkan selamat tinggal menjadi guru, sang pahlawan tanpa tanda saja.

Sampai akhirnya Firman bertemu Oyong dan ditawari untuk menangani distribusi film porno. Jabatan terakhir Firman adalah manager pemasaran dengan tugas berkeliling dunia menjual DVD porno yang dibintangi Udin Petot.

Sekarang Udin, Firman, dan Oyong menjadi bangkrut. Tidak ada uang seperser pun disaku mereka. Semuanya disita negara ketika mereka dimasukkan ke dalam penjara. Tetapi mereka bertekad akan tetap meneruskan bisnis ini karena mereka menganggap seks adalah komoditi bisnis yang mudah menghasilkan ribuan dollar. Selain itu, salah satu yang membuat mereka mempertahankan pekerjaan itu karena seks adalah pekerjaan tertua di dunia. Mereka bangga karena meneruskan tongkat estafet penggiat-penggiat seks sejak dunia dan manusia seisinya terbentuk.

"Seks adalah karunia Tuhan, makanya kita harus mensyukurinya dengan senang hati." kata Udin Petot tenang sambil mencoba berfilosofi.

Suasana kembali hening. Entah mencoba memikirkan perkataan Udin atau memikirkan langkah mereka selanjutnya. Yang jelas mereka selalu mengingat kenangan-kenangan indah ketika mereka masih menjadi mahasiswa UNJ.

Setelah selesai makan gratis di warung nasi Padang milik Alhene, mereka semua berangkulan dengan hangat. Lama sekali mereka berangkulan. Lalu satu persatu meninggalkan Kansas dengan pikiran masing-masing. Mungkin suatu saat mereka akan berkumpul kembali. Tapi entah di mana....


ITULAH CERITANYA...


Dan ketika cerita ini dipublikasikan di MAJALAH AKU Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNJ, Irsyad Ridho tertawa terbahak-bahak di dalam kamarnya. Sambil tiduran air matanya ikut meleleh karena dia tertawa dengan geli sekali.

Tiba-tiba dia berhenti tertawa ketika pintu kamar terbuka. Irsyad seperti ketakutan ketika kepala isterinya nongol di daun pintu.

"Mulai lagi deh ketawa-ketawa sendiri, ntar dimasukin lagi nih ke Grogol." Kata Mbak Ugie ketus.

Irsyad sangat ketakutan mendengar ancaman kata 'Grogol'. Setelah Mbak Ugie tidak terlihat lagi di hadapannya, Irsyad kembali tertawa terbahak sekali dengan tangannya tetap tidak melepas MAJALAH AKU. Sementara di samping kiri kanannya bergeletakan beberapa buku teori psikoanalisis karangan Sigmund Freud, AA Brill, CG Jung, dan lain-lain.


***


Rawamangun,

23 April 2005

13 Rabiul Awal 1426

00:22 WIB

0 Comments:

Post a Comment



 

blogger templates | Make Money Online