19 May 2010

JATUH CINTA

Jatuh cinta, berjuta rasanya
Biar siang biar malam, terbayang wajahnya
Jatuh cinta, berjuta indahnya
Biar putih biar hitam, manislah nampaknya


Lagu lawas di atas, pernah dipopulerkan Eddy Silitonga. Dari syair yang tertulis, kita bisa merasakan kedahsyatan orang yang sedang jatuh cinta. Lewat suara khas Eddy Silitonga yang merdu, seolah-olah kita dipaksa untuk bisa melihat penggambaran suasana hati orang yang sedang kasmaran. Dan, apapun alasanya, jatuh cinta adalah saat yang paling indah yang bisa dirasakan manusia.

Siapapun tentunya pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Bahkan, kalau ada orang yang tidak pernah merasakan jatuh cinta, buru-buru deh periksa ke psikiater, siapa tahu ada sesuatu yang tidak beres di otaknya!

Sebagai sebuah gejala yang sangat manusiawi, tentunya jatuh cinta haruslah disikapi secara wajar. Jangan sampai anugerah Tuhan yang sangat indah itu tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal.

So, jatuh cinta haruslah dikendalikan dengan baik dan benar, sehingga eksesnya tidak akan mempengaruhi rutinitas lainnya. Sebagai sebuah contoh; konsentrasi orang yang sedang jatuh cinta akan mudah buyar, materi pelajaran di sekolah pun tidak pernah nyangkut di otak. Bahkan, kadangkala jatuh cinta bikin orang malas melakukan sesuatu, yang ada di kepalanya adalah bertemu dan bertemu dengan orang yang dicintai.
Saya punya pengalaman menggelikan tentang hal ini. Yakni menyangkut orang yang sedang jatuh cinta. Seperti ini ceritanya...

Teman saya, sebut saja namanya Richard, pagi-pagi sudah datang ke sekolah. Tujuannya cuma satu, bertemu dengan saya. Padahal, Richard adalah anak yang paling sering berurusan dengan satpam sekolah karena terlambat masuk.

“Pokoknya lu harus datang pagi-pagi banget ke sekolah! Ada berita penting yang mau gue sampein sama lu!” ancam Richard lewat telepon selulernya saat saya baru saja terlelap tidur semalam.

“Kenapa nggak sekarang aja, Chard?”

“Nggak seru, man. Enakan cerita langsung. Awas lu kalo pagi-pagi nggak datang. Sampai besok ya....”

Dan, Richard benar-benar membuktikan omongannya. Padahal, ‘pagi-pagi banget’ milik Richard tetap saja terhitung siang. “Bagaimana disebut pagi, lha wong dia datang lima menit sebelum bel sekolah berbunyi. Tapi sudahlah, namanya juga Richard,”
Waktu Richard datang dengan setengah berlari, saya cukup tercengang juga. Soalnya penampilannya berubah. Anak itu biasanya urakan, tapi kini terlihat klimis. Yang biasanya manyun kalau sedang berjalan, sekarang senyum-senyum, dan beberapa keanehan lain yang membuat saya semakin heran.

“Gue lagi jatuh cinta, man!” bisik Richard pelan di telinga saya.

“Jadi ini yang lu bilang berita penting?”

“Sangat penting bagi gue. Karena cewek yang bikin gue jatuh hati, cantiknya minta ampun. Apalagi kalo lagi senyum, bikin jantung gue berhenti berdetak selama beberapa detik.”

Saya sebenarnya malas menanggapinya. Karena berita penting yang disampaikan Richard cuma soal dia yang sedang jatuh cinta. Apa istimewanya berita itu. Tapi, bagaimanapun Richard adalah sahabat terbaik saya. Jadi, saya tidak boleh mengecewakannya.

“Lagi jatuh cinta sama siapa lu?” tanya saya sekadar untuk menghargainya. “Anak SMA sini juga? Kelas berapa?”

“Yang jelas dia nggak sekolah di sini. Dan, lu juga nggak kenal sama dia,”

“Gue tanya, lu lagi jatuh cinta sama siapa?” saya mencoba mengulang pertanyaan karena Richard belum menjawabnya.

“Tetangga sebelah rumah gue.”

Saya mengerutkan kening, agak kaget. “Setahu gue, tetangga sebelah kanan rumah lu kan pasangan yang baru married. Di sebelah kiri, tinggal nenek-nenek sama anak lelakinya yang paling muda. Maksud lu tetangga yang mana?”

Richard tidak segera menjawab. Dia hanya cengar-cengir khas anak muda yang sedang dilanda cinta. Jujur, saya sebal melihatnya.

“Apa Richard jatuh cinta pada nenek yang jadi tetangganya? Kalau kenyataannya benar seperti itu, gue nggak akan segan menyeret Richard ke rumah sakit jiwa,” runtuk saya di dalam hati.

“Pasangan yang baru menikah itu punya pembantu cewek...”

“Jadi?” potong saya dengan cepat.

“Yap! Pembokatnya cakep banget, man. Sikapnya sangat baik dan sopan sama gue. Sekarang gue lagi jatuh cinta sama dia,”

Gubrak! Saya melotot kaget. Mulut menganga lebar. Seakan-akan ucapan Richard tadi cuma halusinasi. Tapi, saat saya mencubit lengan, terasa sakit. Jadi, saya tidak benar-benar sedang bermimpi atau berhalusinasi.

“Lu nggak salah ngomong, Chard?” saya masih belum percaya.

Richard menggelengkan kepalanya. “Kenapa?”

“Tapi, kan...”

“Karena dia pembantu?” potong Richard cepat. “Lu kuno, man. Pembantu kan cewek juga. Cakep pula. Lagian, pembantu kan cuma status doang. Kalo gue suka, lu mau bilang apa?”

Saya hanya bisa diam. Karena memang sangat kaget mendengarnya. Sehingga sangat sulit untuk berdebat dengan Richard.

Tapi, saat dipikirkan dalam-dalam, benar juga kata Richard barusan. Pembantu kan cuma status saja. Kalau kita suka dan cinta, kenapa harus dilarang dan memungkiri perasaan cinta kita.

Begitulah orang yang sedang jatuh cinta. Ibarat kata pepatah, tahi kuda pun berubah rasanya menjadi coklat.

Untungnya, sejak jatuh cinta pada tetangga barunya, kebiasaan Richard langsung berubah total. Dia hampir dikatakan jarang terlambat datang ke sekolah. Pak Timo, satpam sekolah, jelas dibuat heran dengan perubahan Richard yang satu ini.
Selidik punya selidik, ternyata Richard memang sedang berjuang keras untuk bisa bangun pagi. Pasalnya, saat pagi-pagi buta, pembantu tetangganya yang cantik itu selalu membersihkan halaman. Dan, Richard tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu untuk sekedar memandang, menggoda, atau bahkan ngobrol dengan si pembantu yang cantik itu.

Saya hanya geleng-geleng kepala saja melihatnya. Mudah-mudahan cinta Richard tidak bertepuk sebelah tangan.

Selanjutnya..

ATAS NAMA CINTA

Cinta. Entah kenapa kata itu terdengar begitu sakral dan agung. Entah apa penyebabnya sehingga kata itu seperti tidak pernah bosan untuk dibicarakan. Dan, entah bagaimana awal mulanya sehingga kata ‘cinta’ seperti tidak pernah mau lepas dari kehidupan kita.

Begitulah, ketika semua hal berbau cinta itu hadir, yang terjadi adalah adegan-adegan kehidupan yang menguras emosi. Ada air mata, senyum, tawa, tangis, geram, putus asa, kesal, gundah gulana, hasrat, kebencian, dan lain-lain. Semuanya tumpah ruah membela sebuah kata yang bernama cinta.

Makanya, tidak heran kalau cerita-cerita tentang romantika cinta dengan segudang tragedinya, bermunculan di mana saja. Di daratan Eropa, kita mengenal kisah tragedi cinta antara Romeo dan Juliet. Di belahan Arabia, ada kisah sedih yang bertutur tentang perjuangan cinta Qais dan Laila. Di Jawa, kita disuguhkan roman percintaan antara Roro Mendut dan Pronocitro. Serta di belahan dunia lainnya, yang tentu akan menambah panjang deretan cerita cinta, baik yang berakhir senyum ataupun berujung tragis.

Pendek kata, selama dunia masih berputar dan manusia masih mampu untuk bernapas, cerita-cerita cinta beserta segala problematikanya akan terus bergulir. Entah itu menciptakan cerita cinta yang benar-benar baru, ataupun mengulang cerita lama yang pernah terjadi sebelumnya.

Kebayang nggak sih kalau di dunia ini nggak ada yang namanya cinta?

Suatu hari, salah seorang teman yang seringkali gonta-ganti pacar, pernah bilang dengan sedikit ngotot; “Gue nggak pernah kenal yang namanya cinta. Tapi, gue bisa kencan dengan tiga cewek berbeda dalam sehari. Jadi, tai kucing dengan cinta!”
Mungkin maksud teman saya itu begini, dia rupanya begitu mengagumi yang namanya HTS alias ‘Hubungan Tanpa Status’. Atau meminjam bahasa yang sering dinyanyikan vokalis duo Ratu; ‘Teman Tapi Mesra’. Karena kemampuannya memang seperti itu, sedikit banyak dia merasa bangga ketika mampu mengenyampingkan rasa cinta dalam kehidupannya. Tapi, dia cukup berbangga diri karena bisa kencan dengan berbagai-bagai rupa cewek yang dia sukai.

Saya hanya tertawa mendengarnya.

Lantas, saya sedikit dibuat kaget manakala teman saya itu tiba-tiba datang ke rumah, tepat ketika malam menjelang pagi. Mukanya panik, cemas, gelisah, dan takut. Semuanya bercampur-campur menjadi satu. Dengan napas masih tersengal berat dan keringat mengucur deras sebiji-biji kedelai, dia hanya menggumam lemah. “Cewek gue hamil.”

“Cewek?” tanya saya heran. “Cewek lu yang mana? Perasaan lu paling anti deh sama yang namanya pacaran!”

“Udah deh, nggak usah bahas soal itu. Sekarang lu bantu gue dong, gue harus ngapain? Gue nggak mau married muda. Sementara, cewek gue nggak mau aborsi,”

“Enak aja lu! Berani berbuat, harus berani tanggung jawab dong,” jawab saya dengan nada datar tapi sedikit sinis.

Teman saya hanya diam, sepertinya dia sedang memikirkan kata-kata saya. Dan, beberapa hari kemudian, saya mendengar teman saya itu telah menikah dengan pacar yang sudah dihamilinya. Mungkin tidak akan lama lagi dia akan menjadi seorang ayah.
Saya kembali menertawakan itu semua. Lantas, saya pun kembali berpikir, bahwa semua yang telah dilakukan teman saya itu atas dasar apa? Apa mereka melakukannya atas dasar suka sama suka? Atau karena cinta? Apakah cinta selalu dihubungkan dengan pacaran? Atau apa?

Sekali lagi, itulah cinta. Di satu sisi, cinta akan membuat orang menangis. Sementara di sisi yang lain, cinta mampu membuat orang tertawa terbahak-bahak.

So, wajar dong jika orang-orang pada bilang, kalau cinta adalah sebuah misteri?

Selanjutnya..
 

blogger templates | Make Money Online