23 June 2014

THE LAST ZAT

[PANGGUNG TEATER ZAT DI DUNIA NYATA]


SEBUAH KISAH TENTANG MANUSIA YANG PERNAH MENCOBA MENGENAL KATA KEBERSAMAAN MENJADI PERSAUDARAAN. TENTANG MASA SILAM YANG AKHIRNYA MENYADARKAN BAHWA MALAM MERUPAKAN SAAT YANG PALING PANTAS MENYEMBUNYIKAN KELAMNYA KEHIDUPAN JAKARTA. TENTANG KEMAUAN MENYENGSARAKAN DIRI. TENTANG CINTA, KEBERANIAN, DAN PEMBODOHAN. DAN JUGA TENTANG ORANG PINTAR YANG ACAPKALI DITELIKUNGI KETOLOLAN SESAAT. CERITA INI ADALAH CERITA TENTANG ORANG YANG TERSINGKIR DAN SELALU DISINGKIRKAN. DUNIA ADALAH PANGGUNG TEATER YANG SEBENARNYA…


*** [kalo ada yang tersinggung, gue mohon maaf banget. gue nggak ada niatan bakal nyinggung lu semua kok. gue cuman iseng aja! lagi konak nulis! sumpah!] ***



CERITA ITU...


SEMUA berubah ketika pancaran mentari bersinar agak redup di awal Desember 2015. Mendung.

Musim tahun ini ternyata musim kemarau. Tidak seperti biasanya memang, orang-orang yang sempat hidup di awal tahun 2000 mengenalnya sebagai bulan yang penuh dengan hujan, dan sekarang orang malah mengenalnya sebagai musim kemarau. Kering kerontang Jakarta tidak pernah hujan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, demikian seperti dilansir sebuah koran harian ibu kota. Jadi selama tiga tahun terakhir Jakarta hanya mengenal musim kemarau dan musim kemarau. Tentu saja Gubernur DKI Jakarta senang karena pengeluaran anggaran untuk banjir dengan sendirinya akan berkurang dan akan masuk ke rekening pribadinya.

Pagi masih redup. Dan Upang masih saja berdiri di pinggiran Jalan Rawamangun Muka di depan sebuah kampus yang dulu bernama IKIP Jakarta sambil menghisap rokok dalam-dalam. Sebuah Metromini Jurusan Pulo Gadung - Kampung Melayu lewat, Upang dengan sigap berdiri. Kenek Metromini yang masih bergelantungan dengan sigap memberikan lembaran uang kepada Upang.

"Jangan cepet-cepet bos, belum lima menit kok," kata Upang ke Kenek.

"Siapa?" tanya Kenek.

"76. Sewanya nggak banyak, santai aja." Kenek itu terdiam, "Gadung!! Gadung!!" Upang ngeloyor pergi dengan teriakan yang lantang. Rupanya latihan vokal yang sempat didapat semasa latihan teater sangat membekas sekali.

Beberapa mahasiswa naik ke Metromini itu. Lalu segera pergi dengan meninggalkan kepulan asap yang banyak. Rupanya Upang kini menjadi timer Metromini.

Sebuah Metromini lewat lagi, kali ini Jurusan Pulo Gadung - Manggarai, dengan sigap Upang berdiri lagi. Kenek langsung loncat turun ketika Metromini menepi. Dia memberikan uang ke Upang. Tanpa sadar kenek itu seperti mengenali Upang.

"Upang? Lu Upang kan?" kenek itu kaget. Upang juga kaget, ia mencoba mengingat siapa kenek yang ada di depannya.

"Ya ampun Foy!!!" kata Upang.

Foy mengangguk senang.

"Lu jadi kenek sekarang! Nggak ngajar lagi lu?" wajah Upang masih belum bisa menghilangkan kekagetannya karena Foy yang dulu dikenalnya bertubuh sangat tambun. Sekarang menajdi sangat kurus.

"Gue berhenti ngajar, Pang. Membosankan! Enakan jadi Kenek, tiap hari bisa keliling-keliling naik mobil gratis." Kata Foy. "Lu sendiri nggak ngajar lagi."

"Gue lebih menikmati jadi timer daripada jadi guru. Beban banget coy jadi guru."

Upang tersenyum bangga sama sahabatnya. Keduanya saling menepuk-nepuk pundak karena sudah lama sekali tidak ketemu. Foy lalu minta ijin sama sopir kalau hari ini dia minta bolos barang 2 rit karena baru ketemu sahabat lamanya. Untungnya sopir mengijinkan berkat kemampuan akting Foy yang meyakinkan pada saat minta ijin sama sopir.

Metromini lain berhenti juga. Dua orang perempuan dengan pakain menor dan tingkah yang sangat genit turun. Walaupun lemah gemulai tetap tetap tidak menutupi kalau keduanya adalah bencong alias waria. Melihat Foy dan Upang, waria tadi langsung kaget dan berlari memeluknya. Tentu saja Upang dan Foy kaget dan agak risih.

"Hei! Bencong dari mana sih lu, pagi-pagi udah maen peluk aja!" hardik Upang dengan kasar. Foy juga sama, matanya mendelik karena malu dilihat mahasiswi UNJ yang akan masuk kampus.

"Tuh kan sombongnya keluar deh, masa sih situ nggak kenal sama ike." Kata bencong satu dengan genit.

"Aduhhh, Upang sama Foy kok makin lama makin ganteng aja deh. Jadi tambah nepsong deh ike." Kata bencong dua dengan genit sambil mengedip-ngedipkan matanya ke Foy dan Upang.

"Hei, gue nggak pernah kenal sama bencong kayak lu!" Foy mulai marah.

"Idiihh sampe segitunya, ike kan Dur atau Rois. Dan ini Muret alias Iwan Purnanto," kata Rois sambil bergelayut manja di pundak Muret.

Upang dan Foy sama-sama terdiam. Kaget sekali mereka. Mulutnya melongo lebar, tapi mereka merasa mulutnya tercekat karena tidak ada sepatah kata pun yang meloncat dari mulut keduanya. Air liur mulai menetes melewati celah-celah mulut yang menganga lebar.

"Hei, hei, hei, begitu aja bengong sih," kata Muret sambil menggoyang-goyangkan tangan di depan mata lalu menutup mulut Upang dan Foy yang masih melongo, "Tapi ike sekarang nggak dikenal dengan nama Muret lagi. Nama ike sekarang Retchy Viola. Panggilan sayang ike Ola."

"Kalau ike Rosy Durosie," kata Rois dengan wajah yang berusaha tampil imut. "Soalnya dulu ike ngefans abis sama mahasiswi yang namanya Rosi. Kecil-kecil tapi bikin ike konak."

"Lu… kok bisa jadi kayak gini sih," Upang masih belum pulih kekagetannya.

"Bukannya lu berdua pada ngajar?" Foy menimpali.

"Abis gimana lagi sih," kata Dur, "Ike kan pengen cepet-cepet tajir. Punya mobil bagus, punya rumah gede. Kalo jadi guru kan lama kayanya tuh, makanya ike mendingan jadi bencong."

"Dulu ike pengen banget naik haji, tapi duitnya nggak pernah cukup. Setelah jadi bencis malah bisa naik haji. Eee, pas mangkal di Taman Lawang malah ketemu Rosy," kata Muret.

"Astagfirullahal adzim, masak naik haji dari uang mbencong. Gila aja lu, Ret!" Foy menimpali.

"Yey sirik banget sih Foy. Dari pada naik haji dari duit korupsi, mendingan jadi bencong, tiap malam penghasilan ike lebih dari 1 juta." Kata Muret bangga.

"Iya, modalnya murah lagi, cuman ngisep sama pantat nonggeng doang, hik hik hik." Rois tertawa genit tapi tetap berusaha sok jaim. Muret juga ikutan tertawa.

Pada saat mereka masih asyik ngobrol, seseorang dengan pakaian rapi lewat. Dari pakaiannya dia seorang ustadz. Ustadz ini sempat melirik sebentar ke empat orang yang sedang berdiri di depan tugu kampus UNJ, dia seperti mengenal, tapi orang itu cepat bergegas lagi.

"Bo!" Foy, Upang, Muret, dan Rois sama-sama berteriak.

Orang itu berhenti dan kembali menoleh. Agak ragu meneliti keempat orang itu, tapi lama-lama senyumnya tersungging di bibirnya.

"Masya Allah, rupanya antum semua." Bo berlari dan menghampiri mereka sambil bersalaman dengan hangat, "Ini siapa Pang, Foy." Kata Bo sambil meneliti Dur dan Muret.

"Ike Dur Bo, dan ini Muret." Kata Dur dengan bersungut karena Bo tidak mengenalinya.

"Ya ampun, kenapa antum bisa jadi kayak gini?"

"Udeh deh Bo, mentang-mentang yey pake baju kayak ustadz, terus yey ngina-ngina ike sama Rosy," Muret juga tidak kalah bersungut. Bo hanya tertawa saja.

"Kesibukan lu apaan Bo?" tanya Upang.

"Ane jadi tukang ceramah. Lumayan lah kalo hari Jumat masih ada orderan buat ngasi khotbah di masjid. Sering juga ngisi pengajian ibu-ibu di komplek-komplek." Kata Bo ramah dan santun.

"Sekarang lu baru pulang ceramah nih ceritanya." Kata Foy.

"Benar Foy, kebetulan hari ini ane ngisi ceramah di kompleks Daksinapati. Ada yang mau nikah. Dan ane disuruh ngasi tausiah dan mauidzoh hasanah perkawinan buat calon pengantin."

Semua mengangguk dan bangga kepada Bo. Hening sekali di sana. Mereka sepertinya terhanyut ke 15 tahun yang lalu ketika masih sama-sama sering nongkrong di kampus UNJ. Sering godain mahasiswi yang seksi dengan pakaian super ketat. Sering ngintip orang pacaran di kampus malam-malam. Sering ngintip di kamar mandi. Sering berantem gara-gara pementasan teater. Dan masih banyak lagi yang membuat mereka saling memiliki satu sama lain. Semuanya terharu.

Ketika suasana masih hening, mereka dikagetkan oleh suara orang bertengkar. Terlihat di depan mereka seorang laki-laki yang sedang memisahkan dua perempuan yang berantem. Perempuan satu memakai kacamata dan berjilbab, sementara perempuan satunya lagi membawa bayi yang masih berumur beberapa hari.

"Udah, udah… jangan berantem di jalan dong. Malu kan diliat orang." Lelaki itu berusaha memisahkan.

"Gue nggak mau kalo dia tinggal di rumah," kata Perempuan berjilbab dengan ngotot sambil menunjuk perempuan yang membawa bayi.

"Gue juga. Nggak sudi gue tinggal sama lu." Sambil mendekap bayinya lebih erat.

Lelaki itu semakin pusing. Wajahnya berkerut-kerut dengan tetesan keringat sebesar biji jagung yang mulai luluh dari keningnya.

Sementara Upang dan lain-lain masih terkesima melihat itu semua. Mereka sepertinya kenal dengan lelaki dan dua perempuan yang sedang bertengkar itu.

"Itu Arief apa bukan sih?" tanya Foy.

"Sepertinya sih iya. Yang cewek juga kayaknya Ema sama Riska deh," Muret berkata dengan keganjenan yang tetap tidak dihilangkannya.

"Perasaan dari dulu nggak pernah akur tuh orang. Berantem mulu." Kata Bo kalem.

"Arief!!!!" Upang berteriak memanggilnya.

Arief terkaget-kaget. Ema dan Riska juga kaget ada yang mengenali Arief yang kini menjadi suami mereka berdua. Arief dan dua isterinya juga mengenali mereka. Ketiganya lantas bergabung dengan Upang dkk.

Bo dengan santun menasehati mereka supaya jangan terus-terusan berantem melulu.

Arief bercerita kalau sekarang punya dua isteri, Ema dan Riska. Awalnya dia memperistri Ema, tapi rupanya diam-diam Riska juga mencintai Arief. Arief kebingungan dan ketakutan untuk berselingkuh dengan Riska, takut dosa. Godaan Riska yang sangat gencar membuat pertahanan Arief jebol, Riska berhasil dihamilinya dan memberikan Arief seorang anak. Takut digebukin bapaknya Riska, Arief akhirnya bersedia mengawini Riska sebagai isteri keduanya.

Ema nelangsa. Tiap malam dia selalu bernyanyi lagu dangdut Satu Pondok Ada Dua Cinta dengan nada sedih dan sumbang. Puncaknya Ema mencak-mencak dan mengusir Riska ketika Arief junior lahir dari rahim Riska.

Semua menahan tangis mendengar cerita Arief. Rois dan Muret malah menitikkan air mata karena sisi feminimnya lebih peka dibanding yang lain. Semua terdiam kira-kira 15 menit lamanya.

"Sekarang lu ngajar di mana, Rif?" Upang berusaha mencairkan suasana.

"Gue nggak ngajar lagi Pang." Kata Arief dengan melas, "Dulu sempat ngajar, tapi gue dipecat karena terlibat affair dengan istri kepala sekolah. Sampai sekarang gue masih nganggur. Gue trauma buat ngajar lagi."

Suasana makin haru, semuanya seperti mencoba merasakan penderitaan yang dirasakan Arief. Upang yang dulu sempat suka sama Ema diam-diam juga ikut merasakan penderitaan yang dirasakan Ema.

Tidak berapa lama sebuah vespa melintas akan masuk kampus, seorang pria botak dengan perut buncit duduk di atasnya sambil bergoyang-goyang.

"Doni!!!"

Vespa berhenti. Doni senyum merekah, matanya menyipit ketika dia tiba-tiba tertawa senang karena melihat para sahabatnya sedang berkumpul di depan tugu UNJ.

"Assalaimu'alaikum!" Doni turun dari vespa dan menyalami semua dengan wajah sumringah.

"Wa'alaikum salam." Semua ikut tersenyum melihat Doni.

"Mau ngajar ke BP lu Dul."

"Bukan, gue mau legalisir ijazah ke fakultas. Gue sekarang udah nggak ngajar di BP lagi coy."

"Ngajar di mana lu sekarang?"

"Gue berhenti total dari kegiatan ngajar mengajar." Raut muka Doni tiba-tiba redup, tapi dia tetap berusaha tegar, "Gue dibantu Yunita, bini gue, jadi tukang jual beli barang bekas di jalan Jenderal Urip Jatinegara."

Semua kaget.

"Lumayan lah buat hidup sehari-hari." Doni membesarkan hatinya, "Soalnya hobi gue dari dulu kan belanja di loakan, gue nggak sadar kalo barang-barang loakan yang gue beli udah numpuk. Setelah berunding dengan Yunita, terpaksa deh gue jual lagi tuh barang."

"Penghasilannya gede dong."

"Ngga banyak sih. Tapi Nokia 6210 yang dulu gue beli cuman 300 rebu sekarang jadi 3 juta. Kata orang-orang sih itu Nokia yang langka banget."

Semua berdecak kagum.

"Jam tangan yang dulu gue beli cuman 40 rebuan sekarang harganya bisa naik 10 sampe 20 kali lipat." Kata Doni bangga. "Makanya sekarang gue mau legalisir ijazah buat formalitas ke pemda DKI. Soalnya kalo nggak pake ijazah, tramtib suka pada rese sama tukang loak."

Ketika Doni masih asyik bercerita mereka dikagetkan suara tertawa lima orang yang tiba-tiba saja muncul dari arah Utan Kayu. Mereka adalah Jebe, Kodok, Pai, Adun, Sitta, dan Ratih yang tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja nongol.

Semuanya saling bersalaman karena sudah lama tidak saling bertemu.

"Kegiatan antum semua pada ngapain aja?" Bo memulai bertanya, "Antum semua masih pada jadi guru?"

"Gue sekarang jualan sperma bebek, Bo." Kata Jebe masih cengengesan.

"SPERMA BEBEK!!!"

Semua terloncat kaget. Tapi Muret dan Rois malah tersenyum dengan muka mupeng mendengar kata 'sperma'.

"Yap! Buat kekuatan dan ketahanan penis ketika sedang berhubungan seks." Kata Jebe bangga, "Tapi gue masih dalam tahap merintis usaha ini."

Semua tak habis pikir. Geleng-geleng kepala mendengar ide gila Jebe.

"Tadi gue habis ngurus perijinan. Gue juga bekerja sama dengan Kodok, Pai, Adun, Sitta, Ratih buat kelancaran usaha ini. Prospeknya cerah, Coy." Kata Jebe berapi-api.

"Banyak banget lu ngerekrut orang."

"Emangnya tugas Kodok, Pai, Adun, Sitta, Ratih ngapain aja, Be." Kata Upang khawatir. Rupanya Upang tidak rela Ratih yang sering digodainnya dulu bekerja sama dengan Jebe.

Jebe lalu bercerita kalau dia sebagai pemilik bebek harus menyediakan sperma bebek sebanyak mungkin setiap harinya. Untuk tahap awal, bebek Jebe yang masih berjumlah 10 ekor jelas akan kesulitan mengeluarkan spermanya. Kalaupun ada hasilnya sangat minim. Makanya dia menggandeng Ratih dan Sitta untuk usaha ini.

"Tugas Ratih dan Sitta adalah membuat bebek konak. Makanya setiap pagi Ratih menari sambil telanjang di depan bebek. Kalau bebek sudah konak, Sita tinggal menampung spermanya. Kalau tidak keluar terpaksa gua sendiri yang coli tuh bebek."

"Masya Allah," kata Bo. "Itu kan haram."

"Jebe kacau nih otaknya." Kata Upang sengit.

"Gue terpaksa teman-teman," kata Ratih lirih. "Habis sekarang susah cari kerjaan. Apalagi ijazah gue cuman S.Pd Bahasa Indonesia UNJ."

"Kalo gue, kepengen banget jadi wanita karir, tapi nggak ada perusahaan yang mau nerima lulusan UNJ." Kata Sitta dengan sedih, matanya berkaca-kaca.

Jebe juga bercerita tentang Adun dan Kodok yang ikut bergabung dengannya. Tugas Adun adalah mencari janin gajah. Adun selalu bepergian ke hutan, dia akan melakukan aborsi begitu melihat gajah bunting. Di Ragunan juga acapkali Adun beraksi menunggui gajah beranak.

Sementara Kodok yang berprofesi sebagai tukang pecel lele memasok kumis lele ke Jebe. Pernah juga Kodok merugi gara-gara virus lele yang berkembang biak di Citeureup. Lelenya dimusnahkan Dinas Kesehatan tanpa ganti rugi.

"Nantinya sperma bebek akan gue campur dengan janin gajah dan kumis lele. Filosofinya sederhana, gajah lambang kekuatan, sementara lele licin banget dan nggak mudah ketangkap."

"Sekarang gue sedang mencoba bangkit lagi berbudidaya lele. Awalnya sih gue melihara lele di lubang WC. Sekarang gue buka empang di belakang rumah. Lumayan lah kalo gue boker ngga ke mana-mana." Kata Kodok yakin.

"Terus Pai ngapain lu?" salah seorang bertanya.

"Gue ini sebenarnya paranormal merangkap tabib juga." Kata Pai datar, "Spesialisasi gue membesarkan dan memanjangkan penis."

"Waw!!" Muret dan Rois kaget sambil menggigit jari tangannya ke mulut. Mukanya terlihat sangat sange sekali.

"Lima tahun gue berguru ke Mak Erot. Baru coba-coba sih." Kata Pai tanpa bermaksud menyombongkan diri.

Pai lalu menyodorkan beberapa guntingan iklan dirinya di koran. Di antaranya tertulis; 'TABIB RIFAI SI PEMBESAR ALAT VITAL', 'CUCU KINASIH MAK EROT BERAKSI', 'CUCU KESAYANGAN MAK EROT; TABIB RIFAI', 'ANDA INGIN PENIS BESAR, TABIB RIFAI SIAP MEMBANTU', 'DIPEGANG TABIB RIFAI PENIS ANDA MEMBENGKAK DUA KALI LIPAT', lengkap dengan foto Pai dan beberapa potong bambu berbagai ukuran.

"Gue membesarkan penis cuma pake daun doang yang dibaca-bacain." Lanjut Pai.

"Makanya gue berkolaborasi dengan Pai. Sprema bebek bikinan gue bisa bikin penis kuat, sementara Pai yang akan bertugas membesarkan penis. Semuanya dalam satu paket." Kata Jebe setengah berpromosi.

"Gue mau dong." Kata Upang berseri-seri.

"Yey ama ike aja Pang. Ike juga pake daun. Tapi ike pake daun pintu, tinggal jedotin aja tuh burung, pasti gede deh." Kata Muret bermaksud lucu, tapi malah jayus. Terbukti tidak ada yang tertawa. Muret cemberut. Rois berusaha menghibur teman satu profesinya dengan mengelus-elus pipi Muret mesra.

Tanpa terasa hari semakin siang. Perut semakin lapar. Matahari masih saja malu menampakkan diri.

"Kita ke Kansas yuk. Lapar nih!"

Semuanya segera bergegas bersama-sama ke Kansas. Setiba di Kansas mereka kaget karena salah satu penjual nasi padang di Kansas adalah Alhene dengan dibantu Yusman Zega sebagai pelayan. Semuanya dipersilahkan makan oleh Alhene. Gratis!

"Gue berhenti ngajar." Kata Alhene pasrah, "Kerja sebulan gajinya cuman seminggu. Mendingan gue jualan nasi Padang. Untungnya gede lagi."

"Dasar Padang lu!" Upang meledek Alhene, "Ngga boleh liat lapak kosong langsung bikin warung."

"Biarin!" sambut Alhene tidak mau kalah.

"Daripada lu cuman jadi timer doang." Zega tidak mau kalah mengkick balik Upang. Dia merasa tersinggung karena juragannya dihina Upang.

"Udah-udah. Lu juga Pang, nggak terimaskasih banget sih, udah dikasi makan gratis masih aja ngeledek." Bo mencoba menenangkan suasana sebelum terjadi perang yang sebenarnya.

Ketika semuanya masih menikmati nasi padang di warung Alhene, tiba-tiba nongol seorang preman. Mukanya serem. Mahasiswi yang kebetulan lagi nongkrong di Kansas terlihat sedikit ketakutan. Walaupun bengis, rupanya sang preman sedang murung, kerut-kerut di mukanya menandakan dia sedang dirundung masalah.

"Itu kan Dadang." Seru salah seorang yang sedang makan rendang dengan lahap.

Benar. Dia adalah Dadang. Tapi Dadang yang sekarang sangatlah berbeda dibanding Dadang yang dikenal pada awal milenium tiga. Dadang sekarang adalah seorang preman. Dia telah bermetamorfosis secara sempurna menjadi cowok sejati. Sesempurna ulat pohon yang bermetamorfosis menjadi kupu-kupu.

Pakaian yang dikenakan Dadang sama sekali tidak menunjukkan kalau dia bekas bencong. Dia adalah preman sejati yang bermotto; 'KALAU NGGAK MAU KERAS JANGAN HIDUP LU!'. Di lengannya yang terbuka, banyak tatto terlihat. Di antaranya yang tergambarkan adalah tatto hati yang retak, di bawah gambar hati itu tertulis; 'I LOVE YOU HAMDAN ATT'.

Semenjak keluar dari Padepokan Brajamusti pimpinan Aa Gatot, hidup Dadang memang berubah. Celakanya perubahan itu bukannya menjadi baik. Isu yang berkembang, Dadang sering keluar masuk penjara, telah malang melindang di rimba persilatan, bahkan pernah merajai dunia persilatan selama beberapa dekade.

Usut punya usut, ternyata itu semua hanyalah resiko dari tawaran yang pernah disodorkan Aa Gatot. Dadang bisa menjadi lelaki seutuhnya, tapi dia akan selamanya menjadi preman. Dadang setuju. Jadilah Aa Gatot menjadikan Dadang seperti itu. Ironis memang. Dan hari itu Dadang resmi keluar dari penjara Cipinang setelah dipenjara 2 tahun akibat memperkosa anak kecil.

"Oh iya, di Cipinang kan gue satu blok sama Firman, Oyong, Udin Petot." Kata Dadang melanjutkan ceritanya, "Kita sama-sama menempati bagian penjahat kelamin."

"Firman, Oyong, sama Udin jadi penjahat kelamin?!!"

Dadang mengangguk.

"Mereka juga akan bebas hari ini."

"Ceritanya gimana sampe mereka bisa kayak gitu?"

Menurut cerita Dadang, Oyong pernah frustasi karena melihat tayangan-tayangan di TV yang makin hari makin tidak jelas. Batasan pornografi makin kabur. Sebagai bentuk protes Oyong mulai merambah ke dunia film bokep. Udin dan Firman ternyata diajak juga oleh Oyong untuk mengembangkan bisnis itu.

Udin mendapat posisi sebagai pemain film bokep, sementara Firman yang bertugas di bagian distribusi film. Ceritanya mereka tertangkap dan dijebloskan di Cipinang 5 tahun penjara.

Dadang lalu menunjukkan keping VCD bokep hasil karya Oyong. Beberapa judul yang dibawa Dadang di antaranya; 'GAIRAH SI KERITING', 'SI KERITING NAN MENAWAN', 'PETUALANGAN UDIN PETOT DARI RANJANG KE RANJANG'.

"Hari ini mereka resmi bebas setelah mendapatkan amnesti dari presiden." Lanjut Dadang.

Ketika Dadang masih asyik bercerita, Firman, Oyong, dan Udin masuk ke Kansas. Semua haru melihat ketiganya berjalan dengan langkah gontai. Zega dan Alhene dengan sigap memberikan es teh manis buat mereka. Ketiganya lalu minum sambil mencoba melepaskan beban yang sangat berat.

"Awalnya gue ikutan shooting pemburu hantu," kata Udin, "Tapi sejak acara itu ditentang masyarakat, gue terpaksa nganggur."

Udin lalu bercerita kalau masyarakat Indonesia menentang acara Pemburu Hantu karena dianggap musyrik dan bisa membahayakan stabilitas keimanan umat Islam. Salah seorang temannya yang tergabung dalam gerakan Islam fundamentalis malah sempat mengancam akan membunuh Udin kalau masih terus ikut acara itu. Atas fatwa KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI), seluruh stasiun televisi akhirnya dilarang menyiarkan acara sejenis itu.

Belum lagi ada isu yang mengatakan kalau hantu minta royalti atas penayangan dirinya. Para produser jelas kebingungan karena hantu minta royalti sangat tinggi. Tapi itu semua hanya rumor yang sempat beredar di beberapa media massa nasional, kebenaran dan kevalidannya jelas sangat diragukan.

Dan Udin pun akhirnya bertemu Oyong. Waktu itu Oyong sedang jalan kaki, dia melihat Udin sedang jongkok sambil jari tangannya menggambar-gambar sesuatu di atas tanah. Oyong yang merasa kasihan membawa Udin dan memberinya pekerjaan. Udin yang waktu itu sangat butuh uang dengan sangat terpaksa mau dijadikan korban Oyong sebagai bintang film porno.

Udin pun menjadi tenar dengan limpahan dollar yang teramat banyak. Bahkan Larry Flint, penjaga majalah porno HUSTLER, sempat menawari Udin untuk berpose seronok bersama Salma Hayek dan Monica Belluci. Tetapi kemalangan memang tidak diduga sebelumnya, seorang polisi yang sering disogok Udin untuk melindunginya malah memasukkan dia ke dalam penjara.

Udin pun 'bernyanyi' di pengadilan. Dia menyebut nama Oyong dan Firman juga ikut terlibat dalam pengorbitan dirinya sebagai bintang film porno. Oyong dan Firman yang care terhadap Udin akhirnya mau juga menemani Udin di Penjara Cipinang selama 5 tahun.

Semuanya kembali terharu mendengar cerita Udin. Apalagi ketika Firman menambahkan kalau cita-citanya yang dia daki sejak kecil untuk menjadi kyai dan guru yang mengabdi membangun nusa dan bangsa gagal total.

Awalnya Firman memang enjoy menjadi guru. Murid-muridnya kebanyakan berasal dari kalangan menengah ke atas. Minimal yang dididik Firman adalah anak-anak pejabat teras, tidak sedikit juga anak-anak dan cucu menteri bersekolah di sekolah Firman.

"Terus kenapa lu berhenti jadi guru, Men?" tanya salah seorang dengan antusias.

Firman pun melanjutkan kembali ceritanya, dia berhenti mejadi guru karena marah dan dendam. Waktu itu mantan muridnya sukses menjadi wakil rakyat dan duduk manis di parlemen sambil menikmati uang rakyat. Firman dengan bangga menceritakan kepada semua orang bahwa salah satu anggota dewan yang terhormat itu mantan muridnya. Namun Firman sangat malu ketika anggota dewan itu sedang berkunjung ke kampungnya di Cangkurawok Bogor, ternyata mantan muridnya itu tidak mengenalinya, bahkan menghardik Firman dengan sangat kasar. Sejak saat itu Firman mutung ngajar dan mengucapkan selamat tinggal menjadi guru, sang pahlawan tanpa tanda saja.

Sampai akhirnya Firman bertemu Oyong dan ditawari untuk menangani distribusi film porno. Jabatan terakhir Firman adalah manager pemasaran dengan tugas berkeliling dunia menjual DVD porno yang dibintangi Udin Petot.

Sekarang Udin, Firman, dan Oyong menjadi bangkrut. Tidak ada uang seperser pun disaku mereka. Semuanya disita negara ketika mereka dimasukkan ke dalam penjara. Tetapi mereka bertekad akan tetap meneruskan bisnis ini karena mereka menganggap seks adalah komoditi bisnis yang mudah menghasilkan ribuan dollar. Selain itu, salah satu yang membuat mereka mempertahankan pekerjaan itu karena seks adalah pekerjaan tertua di dunia. Mereka bangga karena meneruskan tongkat estafet penggiat-penggiat seks sejak dunia dan manusia seisinya terbentuk.

"Seks adalah karunia Tuhan, makanya kita harus mensyukurinya dengan senang hati." kata Udin Petot tenang sambil mencoba berfilosofi.

Suasana kembali hening. Entah mencoba memikirkan perkataan Udin atau memikirkan langkah mereka selanjutnya. Yang jelas mereka selalu mengingat kenangan-kenangan indah ketika mereka masih menjadi mahasiswa UNJ.

Setelah selesai makan gratis di warung nasi Padang milik Alhene, mereka semua berangkulan dengan hangat. Lama sekali mereka berangkulan. Lalu satu persatu meninggalkan Kansas dengan pikiran masing-masing. Mungkin suatu saat mereka akan berkumpul kembali. Tapi entah di mana....


ITULAH CERITANYA...


Dan ketika cerita ini dipublikasikan di MAJALAH AKU Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNJ, Irsyad Ridho tertawa terbahak-bahak di dalam kamarnya. Sambil tiduran air matanya ikut meleleh karena dia tertawa dengan geli sekali.

Tiba-tiba dia berhenti tertawa ketika pintu kamar terbuka. Irsyad seperti ketakutan ketika kepala isterinya nongol di daun pintu.

"Mulai lagi deh ketawa-ketawa sendiri, ntar dimasukin lagi nih ke Grogol." Kata Mbak Ugie ketus.

Irsyad sangat ketakutan mendengar ancaman kata 'Grogol'. Setelah Mbak Ugie tidak terlihat lagi di hadapannya, Irsyad kembali tertawa terbahak sekali dengan tangannya tetap tidak melepas MAJALAH AKU. Sementara di samping kiri kanannya bergeletakan beberapa buku teori psikoanalisis karangan Sigmund Freud, AA Brill, CG Jung, dan lain-lain.


***


Rawamangun,

23 April 2005

13 Rabiul Awal 1426

00:22 WIB

Selanjutnya..

25 July 2011

KENAPA HARUS RENDAH DIRI?

Di dalam gubuk bambu suka dukaku
di sini kudendangkan sejuta rasa
Kupasrah dan berdoa tak putus asa
suatu saat nanti nasib berubah


Syair lagu dangdut di atas pernah populer saat dinyanyikan Meggi Z. Isinya sederhana, tentang seorang yang tidak pernah putus asa berusaha, walaupun berbagai masalah terus membayang di belakangnya.

Yang jelas, semua orang pastilah mempunyai masalah. Entah besar ataupun kecil. Bahkan, yang lebih parah, tidak sedikit orang yang hidupnya terus dibayangi oleh masa lalu yang buruk. Akibatnya, trauma berkepanjangan yang menjangkiti orang itu, membuatnya minder dan tidak percaya diri lagi.

Tidak sedikit pula, seorang anak merasa rendah diri karena ditimpa berbagai masalah. Entah masalah yang menyangkut dirinya, dengan orang terdekat, atau orang yang ada di sekelilingnya.

Sebagai salah satu contoh, seorang anak merasa sering rendah diri apabila dirinya dan keluarganya mempunya cacat dan aib. Misalnya, ibunya pernah menjadi pelacur atau mantan pelacur, orang tuanya seorang pemabuk, terjerat narkoba, koruptor, sakit jiwa, dan lain-lain.

Tidak mudah memang kembali ke kondisi normal. Yang jelas aib dan cacat itu akan terus mengikutinya. Berbagai cara pun dilakukan untuk menanggulanginya, seperti dengan menutupi, menghindar, bahkan melupakannya sama sekali.

Dalam hubungan percintaan, sikap traumatis seperti itu tentu saja mempunyai dampak yang cukup dahsyat. Misalnya, seorang cowok atau cewek yang bapaknya koruptor, tentu akan merasa rendah diri dan minder jika ingin mendekati lawan jenisnya.

Begitu pun sebaliknya, mereka yang tahu kalau si X adalah anaknya bandar narkoba, tentu akan pikir-pikir untuk mendekatinya. Walaupun dalam kenyataannya, si X itu cantiknya bukan kepalang dengan perangai yang sangat halus, atau jika dia ganteng, cewek-cewek akan menjerit histeris jika mendapat senyuman darinya.

Ternyata susah juga ya jatuh cinta...

Jalu, seorang teman saya yang keturunan Betawi asli, pernah bilang dengan logatnya yang kental; “Buah mah jatuhnya kagak jauh dari puunnye. Kalo babehnya tukang maling, anaknye juga bakalan ketularan jadi maling.”

Perkataan Jalu tadi, sebenarnya bisa benar, bisa juga tidak. Artinya tidak bisa dipukul rata kepada semua orang. Buktinya, teman saya yang kini mendekam di penjara karena kasus pembunuhan, adalah anak seorang kiai yang sangat dihormati. Padahal, waktu kecil saya dan dia bareng-bareng ngaji kepada bapaknya. Jadi, saya tahu persis pintarnya teman saya itu. Makanya, saya cukup tercengang juga saat mendengar dia masuk penjara.

Alhasil, perkataan Jalu tadi jangan kita anggap seratus persen benar. Persoalan sikap dan kelakuan seseorang, tidak hanya ditentukan berdasarkan keturunan, tetapi ada banyak faktor lain yang juga berpotensi mengubahnya.

Salah seorang teman saya (maaf, saya tidak berani untuk menyebutkan namanya! Tapi untuk memudahkan, saya sebut saja dia si Mr!) pernah curhat sekaligus minta bantuan kepada saya.

Kata si Mr, dia baru saja putus hubungan dengan pacarnya. Sebagai seorang cowok, dia jelas merasa sangat sakit hati diputuskan oleh ceweknya. Apalagi, alasan pemutusan itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan aktivitas pacaran keduanya.

“Memangnya apa alasan cewek lu?” tanya saya penuh selidik.

“Cewek gue tau, kalo bokap gue pernah dipenjara. Makanya dia mutusin gue,” jawab Mr dengan mimik muka yang sangat sedih. “Padahal, bokap gue dipenjara kan karena difitnah orang,”

“Terus lu udah bantah alasan cewek lu itu?”

Si Mr hanya mengangguk lemah, “Tapi dia tetap nggak percaya dengan semua penjelasan dan omongan gue. Dia menganggap, selama ini gue udah bohongin dia,”

Saya cukup bingung juga menanggapinya. Makanya, saya mendenguskan napas berat sambil mencoba mencari ide terbaik untuk membantu menyelamatkan hubungan teman saya itu.
“Padahal, aib itu yang bikin gue ketakutan selama ini. Bayang-bayang kalo bokap gue pernah dipenjara, bikin gue minder ngelakuin sesuatu. Yang bikin gue tambah sedih, orang tua cewek gue tau semua latar belakang gue. Makanya, mereka ngusir gue....”

“Ngusir lu?!” tanya saya dengan kaget.

“Waktu itu, gue datang ke rumah cewek gue untuk ngajak dia balikan lagi. Ternyata, orang tuanya langsung ngusir gue gitu....”

Saya kembali mendenguskan napas dengan berat. Sejujurnya, saya bingung juga membantunya. Mungkin, kalau saya berada di posisi si Mr, saya juga akan semakin kebingungan untuk menyelesaikannya.

Makanya, untuk sekadar menenangkan dan membangkitkan semangat si Mr, saya mencoba mengajaknya untuk tetap santai dan berpikir jernih.

“Nggak usah terlalu diambil hati, man. Orang yang punya latar belakang masalah kayak lu sangat banyak. Bahkan, yang lebih pelik dari masalah lu, juga nggak sedikit. Jadi, lu tenang saja, cewek masih banyak kok. Dan, gue yakin banget, banyak yang masih mau sama lu,” ucap saya panjang pendek dengan penuh ekspresi.

Entah termakan ucapan saya, atau sekedar basa-basi untuk menyenangkan hati saya, si Mr manggut-manggut setelah mendengar ucapan saya. Setelah itu, saya melihatnya termenung cukup lama. Seolah-olah sedang mencerna semua ucapan yang telah saya keluarkan tadi.

“Orang justru akan bangga, kalo mereka melihat lu menjadi yang paling baik, walaupun lu punya segudang aib dan cela,” lanjut saya.

“Makasih, man....” ucap si Mr lirih dengan mimik wajah yang masih menyiratkan kesedihan.

Makanya, kalau kamu punya latar belakang masalah yang cukup pelik di belakang kamu, hal yang harus dilakukan adalah; tidak minder atau rendah diri. Kalau ibu kita pernah menjadi pelacur atau mantan pelacur, ortu kita pemabuk, terjerat narkoba, dipenjara karena menjadi koruptor, sakit jiwa, dan lain-lain, tetaplah tegar dengan tetap menjadi diri sendiri yang baik.

Bagaimanapun, tunjukkan kepada mereka, kalau kita sebenarnya tidaklah seburuk yang mereka duga. Kalau boleh saya memprotes ucapan Jalu, “Jika pohon menjatuhkan buahnya, lantas buah itu terbawa angin atau air, tentu buah itu akan jatuh tidak lagi di bawah pohon induknya.”

So, jangan takut untuk mencintai dan dicintai oleh seseorang yang kita cintai.

Selanjutnya..

19 May 2010

JATUH CINTA

Jatuh cinta, berjuta rasanya
Biar siang biar malam, terbayang wajahnya
Jatuh cinta, berjuta indahnya
Biar putih biar hitam, manislah nampaknya


Lagu lawas di atas, pernah dipopulerkan Eddy Silitonga. Dari syair yang tertulis, kita bisa merasakan kedahsyatan orang yang sedang jatuh cinta. Lewat suara khas Eddy Silitonga yang merdu, seolah-olah kita dipaksa untuk bisa melihat penggambaran suasana hati orang yang sedang kasmaran. Dan, apapun alasanya, jatuh cinta adalah saat yang paling indah yang bisa dirasakan manusia.

Siapapun tentunya pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Bahkan, kalau ada orang yang tidak pernah merasakan jatuh cinta, buru-buru deh periksa ke psikiater, siapa tahu ada sesuatu yang tidak beres di otaknya!

Sebagai sebuah gejala yang sangat manusiawi, tentunya jatuh cinta haruslah disikapi secara wajar. Jangan sampai anugerah Tuhan yang sangat indah itu tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal.

So, jatuh cinta haruslah dikendalikan dengan baik dan benar, sehingga eksesnya tidak akan mempengaruhi rutinitas lainnya. Sebagai sebuah contoh; konsentrasi orang yang sedang jatuh cinta akan mudah buyar, materi pelajaran di sekolah pun tidak pernah nyangkut di otak. Bahkan, kadangkala jatuh cinta bikin orang malas melakukan sesuatu, yang ada di kepalanya adalah bertemu dan bertemu dengan orang yang dicintai.
Saya punya pengalaman menggelikan tentang hal ini. Yakni menyangkut orang yang sedang jatuh cinta. Seperti ini ceritanya...

Teman saya, sebut saja namanya Richard, pagi-pagi sudah datang ke sekolah. Tujuannya cuma satu, bertemu dengan saya. Padahal, Richard adalah anak yang paling sering berurusan dengan satpam sekolah karena terlambat masuk.

“Pokoknya lu harus datang pagi-pagi banget ke sekolah! Ada berita penting yang mau gue sampein sama lu!” ancam Richard lewat telepon selulernya saat saya baru saja terlelap tidur semalam.

“Kenapa nggak sekarang aja, Chard?”

“Nggak seru, man. Enakan cerita langsung. Awas lu kalo pagi-pagi nggak datang. Sampai besok ya....”

Dan, Richard benar-benar membuktikan omongannya. Padahal, ‘pagi-pagi banget’ milik Richard tetap saja terhitung siang. “Bagaimana disebut pagi, lha wong dia datang lima menit sebelum bel sekolah berbunyi. Tapi sudahlah, namanya juga Richard,”
Waktu Richard datang dengan setengah berlari, saya cukup tercengang juga. Soalnya penampilannya berubah. Anak itu biasanya urakan, tapi kini terlihat klimis. Yang biasanya manyun kalau sedang berjalan, sekarang senyum-senyum, dan beberapa keanehan lain yang membuat saya semakin heran.

“Gue lagi jatuh cinta, man!” bisik Richard pelan di telinga saya.

“Jadi ini yang lu bilang berita penting?”

“Sangat penting bagi gue. Karena cewek yang bikin gue jatuh hati, cantiknya minta ampun. Apalagi kalo lagi senyum, bikin jantung gue berhenti berdetak selama beberapa detik.”

Saya sebenarnya malas menanggapinya. Karena berita penting yang disampaikan Richard cuma soal dia yang sedang jatuh cinta. Apa istimewanya berita itu. Tapi, bagaimanapun Richard adalah sahabat terbaik saya. Jadi, saya tidak boleh mengecewakannya.

“Lagi jatuh cinta sama siapa lu?” tanya saya sekadar untuk menghargainya. “Anak SMA sini juga? Kelas berapa?”

“Yang jelas dia nggak sekolah di sini. Dan, lu juga nggak kenal sama dia,”

“Gue tanya, lu lagi jatuh cinta sama siapa?” saya mencoba mengulang pertanyaan karena Richard belum menjawabnya.

“Tetangga sebelah rumah gue.”

Saya mengerutkan kening, agak kaget. “Setahu gue, tetangga sebelah kanan rumah lu kan pasangan yang baru married. Di sebelah kiri, tinggal nenek-nenek sama anak lelakinya yang paling muda. Maksud lu tetangga yang mana?”

Richard tidak segera menjawab. Dia hanya cengar-cengir khas anak muda yang sedang dilanda cinta. Jujur, saya sebal melihatnya.

“Apa Richard jatuh cinta pada nenek yang jadi tetangganya? Kalau kenyataannya benar seperti itu, gue nggak akan segan menyeret Richard ke rumah sakit jiwa,” runtuk saya di dalam hati.

“Pasangan yang baru menikah itu punya pembantu cewek...”

“Jadi?” potong saya dengan cepat.

“Yap! Pembokatnya cakep banget, man. Sikapnya sangat baik dan sopan sama gue. Sekarang gue lagi jatuh cinta sama dia,”

Gubrak! Saya melotot kaget. Mulut menganga lebar. Seakan-akan ucapan Richard tadi cuma halusinasi. Tapi, saat saya mencubit lengan, terasa sakit. Jadi, saya tidak benar-benar sedang bermimpi atau berhalusinasi.

“Lu nggak salah ngomong, Chard?” saya masih belum percaya.

Richard menggelengkan kepalanya. “Kenapa?”

“Tapi, kan...”

“Karena dia pembantu?” potong Richard cepat. “Lu kuno, man. Pembantu kan cewek juga. Cakep pula. Lagian, pembantu kan cuma status doang. Kalo gue suka, lu mau bilang apa?”

Saya hanya bisa diam. Karena memang sangat kaget mendengarnya. Sehingga sangat sulit untuk berdebat dengan Richard.

Tapi, saat dipikirkan dalam-dalam, benar juga kata Richard barusan. Pembantu kan cuma status saja. Kalau kita suka dan cinta, kenapa harus dilarang dan memungkiri perasaan cinta kita.

Begitulah orang yang sedang jatuh cinta. Ibarat kata pepatah, tahi kuda pun berubah rasanya menjadi coklat.

Untungnya, sejak jatuh cinta pada tetangga barunya, kebiasaan Richard langsung berubah total. Dia hampir dikatakan jarang terlambat datang ke sekolah. Pak Timo, satpam sekolah, jelas dibuat heran dengan perubahan Richard yang satu ini.
Selidik punya selidik, ternyata Richard memang sedang berjuang keras untuk bisa bangun pagi. Pasalnya, saat pagi-pagi buta, pembantu tetangganya yang cantik itu selalu membersihkan halaman. Dan, Richard tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu untuk sekedar memandang, menggoda, atau bahkan ngobrol dengan si pembantu yang cantik itu.

Saya hanya geleng-geleng kepala saja melihatnya. Mudah-mudahan cinta Richard tidak bertepuk sebelah tangan.

Selanjutnya..

ATAS NAMA CINTA

Cinta. Entah kenapa kata itu terdengar begitu sakral dan agung. Entah apa penyebabnya sehingga kata itu seperti tidak pernah bosan untuk dibicarakan. Dan, entah bagaimana awal mulanya sehingga kata ‘cinta’ seperti tidak pernah mau lepas dari kehidupan kita.

Begitulah, ketika semua hal berbau cinta itu hadir, yang terjadi adalah adegan-adegan kehidupan yang menguras emosi. Ada air mata, senyum, tawa, tangis, geram, putus asa, kesal, gundah gulana, hasrat, kebencian, dan lain-lain. Semuanya tumpah ruah membela sebuah kata yang bernama cinta.

Makanya, tidak heran kalau cerita-cerita tentang romantika cinta dengan segudang tragedinya, bermunculan di mana saja. Di daratan Eropa, kita mengenal kisah tragedi cinta antara Romeo dan Juliet. Di belahan Arabia, ada kisah sedih yang bertutur tentang perjuangan cinta Qais dan Laila. Di Jawa, kita disuguhkan roman percintaan antara Roro Mendut dan Pronocitro. Serta di belahan dunia lainnya, yang tentu akan menambah panjang deretan cerita cinta, baik yang berakhir senyum ataupun berujung tragis.

Pendek kata, selama dunia masih berputar dan manusia masih mampu untuk bernapas, cerita-cerita cinta beserta segala problematikanya akan terus bergulir. Entah itu menciptakan cerita cinta yang benar-benar baru, ataupun mengulang cerita lama yang pernah terjadi sebelumnya.

Kebayang nggak sih kalau di dunia ini nggak ada yang namanya cinta?

Suatu hari, salah seorang teman yang seringkali gonta-ganti pacar, pernah bilang dengan sedikit ngotot; “Gue nggak pernah kenal yang namanya cinta. Tapi, gue bisa kencan dengan tiga cewek berbeda dalam sehari. Jadi, tai kucing dengan cinta!”
Mungkin maksud teman saya itu begini, dia rupanya begitu mengagumi yang namanya HTS alias ‘Hubungan Tanpa Status’. Atau meminjam bahasa yang sering dinyanyikan vokalis duo Ratu; ‘Teman Tapi Mesra’. Karena kemampuannya memang seperti itu, sedikit banyak dia merasa bangga ketika mampu mengenyampingkan rasa cinta dalam kehidupannya. Tapi, dia cukup berbangga diri karena bisa kencan dengan berbagai-bagai rupa cewek yang dia sukai.

Saya hanya tertawa mendengarnya.

Lantas, saya sedikit dibuat kaget manakala teman saya itu tiba-tiba datang ke rumah, tepat ketika malam menjelang pagi. Mukanya panik, cemas, gelisah, dan takut. Semuanya bercampur-campur menjadi satu. Dengan napas masih tersengal berat dan keringat mengucur deras sebiji-biji kedelai, dia hanya menggumam lemah. “Cewek gue hamil.”

“Cewek?” tanya saya heran. “Cewek lu yang mana? Perasaan lu paling anti deh sama yang namanya pacaran!”

“Udah deh, nggak usah bahas soal itu. Sekarang lu bantu gue dong, gue harus ngapain? Gue nggak mau married muda. Sementara, cewek gue nggak mau aborsi,”

“Enak aja lu! Berani berbuat, harus berani tanggung jawab dong,” jawab saya dengan nada datar tapi sedikit sinis.

Teman saya hanya diam, sepertinya dia sedang memikirkan kata-kata saya. Dan, beberapa hari kemudian, saya mendengar teman saya itu telah menikah dengan pacar yang sudah dihamilinya. Mungkin tidak akan lama lagi dia akan menjadi seorang ayah.
Saya kembali menertawakan itu semua. Lantas, saya pun kembali berpikir, bahwa semua yang telah dilakukan teman saya itu atas dasar apa? Apa mereka melakukannya atas dasar suka sama suka? Atau karena cinta? Apakah cinta selalu dihubungkan dengan pacaran? Atau apa?

Sekali lagi, itulah cinta. Di satu sisi, cinta akan membuat orang menangis. Sementara di sisi yang lain, cinta mampu membuat orang tertawa terbahak-bahak.

So, wajar dong jika orang-orang pada bilang, kalau cinta adalah sebuah misteri?

Selanjutnya..

06 June 2007

SELAMAT PAGI UNJ!

Tabloid Transformasi UNJ

Syahdan, di sebuah kampus di sebuah negara, terlihat suasana aktivitas pendidikan yang menawan. Bangunan kampus itu rapi dan bersih dengan polesan cat yang apik.

Penataan gedung-gedungnya juga sangat artistik. Di sisi kiri kanan gedung terdapat taman dengan bangku-bangkunya yang selalu diduduki mahasiswa untuk sekadar baca buku, diskusi, atau bahkan untuk duduk-duduk melepas kepenatan setelah seharian berkuliah.

Di ujung jalan, terdapat bangunan yang berisi ratusan komputer. Para mahasiswa terlihat tekun mengoperasikan komputer, menjelajahi dunia cyber, atau sekadar melengkapi administrasi melalui komputer. Semuanya disediakan secara gratis oleh kampusnya. Di samping gedung tersebut berdiri megah asrama yang dikhususkan bagi mahasiswa secara cuma-cuma. Semuanya gratis!

Di tengah-tengah kampus terdapat bangunan yang menjulang tinggi, sangat mencolok dibandingkan bangunan lain yang ada di kampus itu. Sebuah perpustakaan. Gedung itu berisi ribuan buku yang selalu tertata rapi dan tidak pernah hilang. Buku-buku baru selalu bermunculan dan memenuhi rak-rak buku. Kalau ada mahasiswa yang tidak tahu di mana letak buku yang sedang dicarinya, maka petugas dengan ramah akan menunjukkannya. Di perpustakaan yang terbuka 24 jam penuh itu selalu disesaki mahasiswa yang haus membaca buku.

Sesekali terlihat dosen sedang berdiskusi dengan mahasiswa-mahasiswanya di koridor kampus. Mereka terlihat akrab, yang satu tidak merasa dosen sehingga merasa lebih pintar, sedang sang mahasiswa juga menganggap dosen sebagai mitra belajarnya. Sepertinya dosen-dosen itu sangat mempunyai waktu yang sangat luang untuk melayani mahasiswa-mahasiswanya. Mereka tidak terlihat terburu-buru untuk mengajar di tempat lain atau mengurusi proyek kampus yang bernilai jutaan rupiah.

Sementara di sudut lain, beberapa mahasiswa sedang berdiskusi di bawah rerimbunan pohon. Walaupun terkesan santai, tapi rupanya perbincangan mereka cukup serius. Yang jelas suasana kultur akademis dan keilmuan berkembang dengan baik di kampus itu.

Ketika malam, kampus itu sangat terang benderang. Lampu penerangan kondisinya sangat baik dan terawat. Sayup-sayup terdengar suara musik dari sekelompok mahasiswa pecinta seni yang sedang mementaskan opera di gedung teater. Gedung itu layaknya gedung teater zaman Romawi Kuno dengan panggung dan pencahayaan yang baik. Tempat duduk penonton pun berjajar rapi bersusun dari atas ke bawah. Dindingnya dilapisi kayu sehingga menimbulkan suara yang halus. Semua mahasiswa tentunya boleh menggunakan fasilitas itu dengan mudah dan gratis.

Entah ada atau tidak kampus itu yang jelas khayalan itu mungkin dialami oleh sebagian mahasiswa di kampus kita yang tercinta ini. Dan saya yakin semua mahasiswa di kampus kita akan berteriak "mustahil!" jika disodorkan cerita seperti itu.

Tapi nanti dulu. Angan-angan tentu boleh saja, toh tidak ada yang melarang. Jadi boleh saja dong saya berangan-angan kampus kita nanti bisa seperti itu. Sekurangnya seperti kampus di atas yang entah ada atau tidak. Tidak mesti sekarang tentunya, karena pasti tidak mungkin, entah 2050, 2090, atau 2200. Kita lihat saja nanti.

Tapi seorang teman saya, mahasiswa gondrong yang sedikit nakal dan urakan sering berujar; "Jangan macam-macam minta yang lebih, wong SPP-nya saja cuman segitu." [Mungkin teman saya ini lupa kalau sekarang biaya kuliah sudah sangat mahal], atau maksud teman saya kira-kira begini; jangan harap dapat hasil yang berkualitas dari kuliah karena SPP-nya masih kurang gede! Atau teman saya sebenarnya pengen ngomong kalau tidak sedikit penghuni kampus ini yang kualitasnya tidak bagus! Saya sendiri agak tidak suka dengan dugaan saya yang terakhir, tapi sudahlah, kan saya cuman nerka-nerka maksud perkataan teman saya barusan.

Teman saya yang satu lagi ketika ditanya tentang alasan mengapa masuk kampus kita yang tercinta ini dan mengambil jurusan yang dipilihnya, dengan enteng ia menjawab bahwa semuanya karena untung-untungan lulus SPMB. "Masuk UNJ lebih gampang ketimbang UI atau ITB." katanya.

Saya sendiri ingat ketika pertama kali menginjakkan kaki di kampus tercinta ini, saya sering merasa cemas, kadang juga senang, atau yang lebih sering adalah kebanggaan. Mungkin saya berharap dengan sepenuh hati bahwa UNJ-lah yang nantinya akan mengubah masa depan dan kehidupan saya selanjutnya. Atau UNJ-lah yang nantinya bakalan mengantarkan saya ke gerbang kesuksesan. Tetapi, ketika saya menemukan relita yang sebenarnya dari kampus yang bernama UNJ, saya hanya bisa tersenyum kecut. Sialnya teman saya yang sering mencemooh makin menjadi-jadi mencemooh saya ketika saya menceritakan kalau saya telah menemukan hal sebenar-benarnya dari kampus kita yang tercinta ini.

Saya benar-benar dendam diperlakukan seperti itu, saya berharap suatu saat bisa mencemooh dia. Suatu sore menjelang senja, ketika saya sedang memasuki kampus kita yang tercinta ini dari Jalan Rawamangun Muka, saya bertemu dengannya. Saya agak aneh karena melihat roman mukanya yang masam. Dia lantas bercerita kalau baru saja mengurus sesuatu di ruang administrasi. "Gila, masak ruang administrasi baru buka jam sembilan? Pada kemana aja tuh orang-orang!" Saya cuman ketawa sambil sesekali mencemooh dia tentunya. Impas!

Cerita sahabat saya yang gondrong tadi kira-kira mirip cerita yang pernah saya alami. Waktu itu kami janjian jam delapan pagi akan ketemuan di depan pintu perpustakaan kampus kita yang tercinta ini, pacar saya berharap perpustakaan akan buka jam delapan tepat. Berhubung saya bangun kesiangan, jam sembilan pagi saya baru datang ke perpustakaan. Dan itu pun perpustakaan tetap belum buka, jadilah pacar saya yang uring-uringan karena perpustakaan belum buka menumpahkan kekesalannya pada saya.

Kembali lagi ke cerita sahabat saya yang gondrong. Setelah puas mencemooh, saya cepat bergegas ke Kansas karena seharian belum kena air kopi. Ketika saya sedang ngopi di warung Mas Lono, dua mahasiwa masuk dan langsung duduk di depan saya, rupanya mereka pejabat mahasiswa di lembaga eksekutif, satu di antara keduanya sedang bergerutu karena acara konser nasyid yang akan mereka laksanakan terancam batal, pasalnya Teater Sastra sudah dibooking buat acara kawinan. "Gimana kalau kita pake gedung Sarwahita aja," temannya memberi saran. "Antum gimana sih, dana kita kan minim, setahu ane sekarang pinjem Sarwahita harus bayar!" sanggahnya. Nah lu! Padahal ngapain juga pakai Teater Sastra [atau Teater Besar], gedung itu kan tidak bagus buat pentas seni, tidak ada sistem pencahayaan yang bagus, tidak kedap suara, dan akustiknya juga kurang baik, kata saya dalam hati.

Penggantian nama IKIP Jakarta menjadi UNJ belum terlalu lama. Baru lima tahun. Untuk ukuran anak kecil atau bayi, umur lima tahun memang sedang nakal-nakalnya dan baru belajar mengenal berbagai objek di sekelilingnya. Selama kurun waktu lima tahun dari 1999-2005, sepertinya UNJ sedang berusaha melepas ketertinggalan dan membentuk opini bahwa kita sekarang adalah universitas, yang tentunya harus sama dengan universitas-universitas negeri lain di manapun.

Itu sebuah optimisme yang sangat bagus. Setidaknya, seperti kata Iwan Fals dalam salah satu syair lagunya, 'tunjukkan pada dunia bahwa sebenarnya kita mampu'. Namun persoalannya, apakah kita sudah siap untuk itu semua? Mampu menciptakan UNJ sebagai sebuah kampus yang ideal, berkualitas, atau bahkan disegani universitas lain.

Padahal, sebagai universitas negeri [yang katanya] nomor dua di Jakarta, tidak sedikit calon mahasiswa yang memilih UNJ hanya karena 'yang penting masuk universitas negeri'. Mereka memilihnya atas dasar sedikitnya peminat yang memilih UNJ. Tidak peduli nantinya jadi apa.

Itu sebuah kegembiraan sekaligus sebuah tantangan bagi kampus kita yang tercinta ini. Kegembiraannya karena kampus kita ceritanya mampu untuk sedikit setara dengan universitas negeri lain, sementara tantangan terbesar adalah kualitas mahasiswa dan lulusannya jadi taruhan. Saya lantas teringat keluh kesah salah seorang alumni kampus kita, suatu ketika dia membaca lowongan pekerjaan di koran, dia begitu terperanjat ketika membaca lowongan dengan spesifikasi 'tidak menerima lulusan UNJ'. Lagi-lagi saya tersenyum mengingatnya.

Setelah selesai ngopi di Kansas, saya berjalan menyusuri koridor kampus. Tiba-tiba saya tersadar bahwa ini Indonesia. Ketika memandang ke bawah pun, saya melihat sandal jepit di kaki saya masih menempel di ubin yang berwarna putih kehitam-hitaman di koridor kampus kita yang tercinta ini. Saya tersenyum, tersadar, bahwa ternyata saya masih berada di UNJ yang merupakan bagian dari Indonesia.

Dan senja sore pun makin sempurna di cakrawala, saya sedih sekaligus bahagia karena saya harus secepatnya pulang ke kontrakan PJKA.

Selamat sore UNJ!


Pesanggrahan PJKA, 15 Januari 2005

Ruslan Oyong Ghofur
Pekerja Teater Zat

Selanjutnya..

Kompas, Minggu, 17 Juni 2001

Judul: Kabut Negeri si Dali - Kumpulan Cerita Pendek; Penulis: AA Navis;
Penerbit: Grasindo; Cetakan: Pertama, Tahun 2001;
Tebal: (viii+110) halaman; Harga: Rp.13.500.

PADA usianya yang sudah 70 tahun lebih, AA Navis masih mampu berkarya dan mewarnai khasanah kesastraan Indonesia. Salah satunya adalah kumpulan cerita pendeknya yang terbaru, yang berjudul 'Kabut Negeri si Dali' diterbitkan oleh Grasindo.

Buku ini menampilkan 15 cerpen terbaik Navis yang ditulis tahun 1990-1999. Judul cerpennya: Si Montok, Si Bangkak, Laporan, Gundar Sepatu, Sang Guru Juki, Penumpang Kelas Tiga, Perempuan itu Bernama Lara, Rekayasa Sejarah si Patai, Marah yang Merasai, Penangkapan, Zaim yang Penyair ke Istana, Inyik Lunak si Tukang Canang, Tamu yang Datang di Hari Lebaran, Dua Orang Sahabat, dan Bayang-bayang.

Cerpen-cerpen ini bertutur tentang kehidupan manusia serta liku-likunya, umumnya hidup di dalam peperangan. Diawali oleh cerpen Si Montok yang menggambarkan ketidakberdayaan seorang prajurit akibat 'kegagahan' seorang kapten.

Seorang kapten berhasil mengawini wanita yang rumahnya dijadikan tempat persembunyian di desa. Wanita itu Si Montok. Sebelum dijadikan istri oleh kapten, Si Montok sempat menjadi rebutan prajurit. Sang kapten sebenarnya sudah mempunyai istri yang ditinggalkan di kota ketika seluruh tentara telah mengungsi ke desa-desa karena kota diduduki musuh (hlm. 1)

Cerpen yang lain cukup menggugah yaitu Tamu yang Datang di Hari Lebaran. Kisahnya tentang suami istri yang sudah tua. Suaminya dulu menjadi gubernur, setelah tua dan tidak lagi menjadi gubernur, tidak ada lagi orang yang datang terutama pada waktu lebaran, termasuk anak-anaknya. Justru yang mengunjungi mereka pada hari lebaran adalah malaikat yang akan menjemput maut. Ini merupakan karya terbaik Navis yang bersama cerpen-cerpen karya pengarang lain dikumpulkan dalam buku Derabat, Cerpen Pilihan Kompas 1999.

Pesan-pesan moral juga ditampilkan Navis dalam cerpen Sang Guru Juki. Sebagai seorang guru, tidak pantas apabila Juki sering bergonta-ganti istri. Adapun pemikiran guru Juki tentang kawin berbeda dengan pemikiran si Dali. Hal itu digambarkan Navis ketika keduanya sedang berdebat:

"Kau pikir hidup perempuan-perempuan desa itu bergantung pada suaminya? Mereka perempuan yang mandiri. Mereka punya rumah, punya tanah, punya ladang untuk menjamin hidupnya."

"Tapi di mana letak moralnya?"

"Moralnya? Moralnya adalah pada kebanggaan orang desa dapat suami orang kota seperti aku. Guru lagi."

"Yang aku tanya bukan mereka. Tapi waang sebagai guru," kata si Dali dengan menggunakan kata waang sebagai ganti kata engkau yang lebih kasar dalam bahasa daerahnya.

"Biar guru, waktu perang moralnya beda."

"Tapi kamu tidak ikut perang. Cuma kawin melulu." .....(hlm. 25)

Melalui buku ini pula tampaknya Navis ingin mengemukakan sisi lain kehidupan tentara dalam peperangan. Ada tentara yang benar-benar berjuang untuk bangsa dan tanah airnya. Sementara ada juga tentara yang lebih mementingkan kemegahan dan kekuasaan. Salah satunya terlihat dalam cerpen Inyik Lunak si Tukang Canang.

***

BILA dicermati, buku ini lebih mirip buku sejarah yang dikemas dalam bentuk cerita pendek. Dengan gayanya yang kocak, karikatural, menggelitik, ditambah pengalaman menyaksikan sendiri peperangan, jadilah buku ini sebagai pengetahuan sejarah yang tidak akan ditemukan dalam buku sejarah.

Seperti dalam buku cerpennya yang lain, dalam buku ini latar tempat dari sebagian besar karyanya berlokasi di Kota Padang. Nuansa Minangkabau ditambah ungkapan-ungkapan khas kota tersebut begitu kental, dan menjadi salah satu ciri dari cerpen-cerpennya.

Tokoh dari semua cerpen dalam buku ini adalah si Dali, kadang sebagai pelaku utama, kadang pelaku sampingan. Semua cerpennya melibatkan si Dali, baik sebagai orang pertama, orang kedua, atau orang ketiga. Nama Dali diambil dari Uda Ali (Abang Ali), nama panggilan Ali Akbar Navis oleh adik-adiknya (hlm. viii).

Tema sebagian besar cerpen yang ditampilkan adalah potret dari ekses dan latar belakang sejarah politik dan perang mulai dari zaman pendudukan Jepang hingga zaman Orde Baru. Dengan buku ini, sebenarnya AA Navis sedang membawa kita pada pengalaman-pengalaman sebagai bangsa pada masa lalu, yang tentu akan lebih memperkaya batin kita.

(Moh Ruslan AG, mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta).

===================================================

Selanjutnya..

Pikiran Rakyat
Senin, 29 Desember 2003

PANITIA Lomba Penulisan Skenario Film (LPSF) Kota Tegal Jawa Tengah akhirnya menetapkan skenario berjudul "Bintangku Jauh di Langit" karya Ruminto asal Desa Setiadi Kec. Pring Kab. Kebumen Jawa Tengah sebagai skenario terbaik dalam Lomba Penulisan Skenario Film (LPSF) Kota Tegal 2003. Skenario untuk film lepas itu mengungguli 10 skenario yang masuk dalam nominasi dewan juri.

Dalam acara penganugerahan juara yang berlangsung Sabtu (27/12) malam di Gedung Kesenian Kota Tegal, Ruminto tidak sempat hadir. Sementara itu, peringkan II lomba tersebut diraih oleh Sigit Haryudonbo, warga Poncowolo Barat 7/501 Semarang dengan skenario berjudul "Keliru". Posisi III diraih Ruslan Ghofur warga Gang Ardisela RT 4 RW 2 41 Sleman Kec. Sliyeg Kab. Indramayu Jabar dengan skenario berjudul "Kadis".

Panitia juga menganugerahkan juara harapan I, II, dan III yang masing-masing diraih Darmanto Marnadi (Tegal) dengan judul "Bom Togel", Jariyah, S.Pd. (Slawi) dengan skenario "Guruku Sayang Guruku Malang", sedangkan juru kunci adalah Eko Tunas (Semarang) dengan skenario berjudul "Rumah Tak Berpintu".

Para juara tersebut mendapat hadiah uang tunai dari yang terbesar Rp 4 juta hingga yang terkecil 750.000. "Saya terus terang terkejut mendapat juara harapan I dengan hadiah uang Rp 1,5 juta. Akan tetapi, saya bersyukur karena uangnya bisa untuk berangkat kerja di Jakarta," ujar Darmanto Marnadi usai menerima hadiah yang diserahkan Imam Tantowi sutradara yang menjadi juri LPSF Kota Tegal.

Imam Tantowi satu-satunya juri yang bisa hadir pada malam penyerahan hadiah tersebut. Dua juri lainnya, yakni Chaerul Umam (sutradara) dan Adi Nugroho dari Multivision Plus tidak bisa hadir. Kendati kedua juri tidak hadir, acara berlangsung cukup meriah meski hujan mengguyur Kota Tegal dengan lebat hingga ruangan Gedung Kesenian yang digunakan itu beberapa tempat bocor. Tampak di panggung, panitia harus memindah peralatan musik karena air hujan masuk akibat atapnya bocor.

Mengevaluasi kegiatan tersebut Imam Tamtowi pada kesempatan itu mengatakan bahwa sebagai kegiatan awal, LPSF Kota Tegal bisa dibilang sukses. Hal itu dilihat dari jumlah peserta sebanyak 33 skenario dari berbagi penulis di pulau Jawa. Naskah skenario terjauh dikirim oleh peserta dari Surabaya. "Hampir seluruh kota di Jawa Tengah mengirimkan karya skenario," ujar Imam Tantowi.

Dari sejumlah 33 skenario, relatif menggambarkan bahwa seni menulis skenario cukup diminati meskipun di sana sini masih terdapat kekurangfasihan, terutama dalam bidang tehnis dan dialog. Setelah dilakukan penyaringan tahap pertama hanya 21 skenario layak dinilai, sedangkan 12 tidak memenuhi kriteria sebagai sebuah skenario film.
"Yang tak layak dinilai itu karena berbentuk cerpen, ada yang berbentuk naskah sandiwara dan ada yang berbentuk director skrip," kata Imam Tantowi menambahkan.
Padahal, menurut Imam, skenario lain dari cerpen, novel, atau yang lainnya. Skenario memiliki bentuk dan disiplin ilmu tersendiri untuk menyusunnya. Bahkan, bisa saja orang yang lihai dalam mengarang cerita, dia tidak bisa menuliskan dalam bentuk skenario karena adanya aturan teknis.

Setelah bekerja hampir setengah bulan, dewan juri meloloskan 10 skenario nominasi juara. Kesepuluh skenario itu terdiri dari "Keliru" karya Sigit Haryudono, "Guruku Sayang Guruku Malang" karya Jariyah S.Pd., "Rumah Tak Berpintu" karya Eko Tunas, "Kadis" karya Ruslan Ghofur ide cerita Moh. Diponegoro, "Bintangku Jauh di Langit" karya Ruminto, "Bom Togel" karya Darmanto Manardi, "Darah Laut" karya Rina Afriadi, "Menggapai Impian" karya M. Widodo, "Usia 30" karya Maesaroh dan "Rumah Yang Ditinggalkan" karya Eko Tunas.

Skenario terbaik, "Bintang Jauh di Langit", menurut Imam Tantowi merupakan skenario yang berstandar nasional. Dari sisi cerita, skenario ini diangap paling baik dan orisinal. Kisahnya menceritakan seorang guru agama (pria) yang dalam hatinya bergejolak ketika melihat seorang murid wanita yang pacaran dengan murid lelaki.
Orang akan mengira bahwa si guru tersebut pasti cemburu terhadap perilaku siswinya itu. Namun ternyata justru sebaliknya, guru agama yang ternyata memiliki kelainan seks itu mencintai siswa yang selama ini berdekat-dekat dengan siswi itu. "Adegannya lucu, ketika si pria itu sedang pacaran dengan seorang siswa lalu si guru agama itu pingsan. Orang-orang mengira bahwa guru itu cemburu buta terhadap si siswi, ternyata tidak, justru cemburu kepada si siswa," tandasnya. (Marsis/"PR")***

Selanjutnya..

02 June 2007

TEGAL-Kendati hujan terus mengguyur Kota ''Bahari'' Tegal, acara penganugerahan hasil Lomba Penulisan Skenario Film (LPSF), Sabtu (27/12) malam, di Gedung Kesenian Tegal (GKT) tetap berlangsung cukup meriah. Suasana terasa hidup, setelah sutradara Imam Tantowi, yang juga sebagai anggota tim juri, menyampaikan hasil evaluasi terhadap 33 karya peserta lomba.

Tanpa didampingi dua juri lain -yakni Chaerul Umam (sutradara) dan Adi Nugroho (Multivision Plus) yang bisa hadir-, Imam Tantowi menegaskan, sebagai kegiatan awal, LPSF bisa dibilang cukup berhasil. Terbukti, kegiatan yang dibuka hanya sekitar setengah bulan itu mampu menarik peserta sebanyak 33 skenario dari berbagi penulis di pulau Jawa. Naskah skenario terjauh, dikirim oleh peserta dari Surabaya. ''Hampir seluruh kota di Jawa Tengah , mengirimkan karya skenario,'' ujar Imam Tantowi.

Menurutnya, jumlah peserta itu cukup bisa menggambarkan bahwa seni menulis skenario cukup diminati. ''Meski masih terdapat kekurangfasihan, terutama dalam bidang teknis dan dialog, fakta tersebut sudah memperlihatkan bahwa menulis skenario sekarang sudah menjadi tren di daerah," ujarnya menambahkan.

Berbentuk Cerpen

Dia mengatakan, usai dilakukan penyaringan terhadap 33 karya yang masuk pada tahap pertama, hanya ada 21 skenario yang layak dinilai. Sedangkan 12 karya lainnya, belum memenuhi kriteria penilaian sebagai sebuah skenario film. ''Yang tidak layak dinilai itu, karena berbentuk cerpen. Bahkan, ada yang berbentuk naskah sandiwara dan ada yang berbentuk director script,'' jelas Imam Tantowi.

Padahal, kata dia, karya skenario berbeda dengan cerpen, novel atau yang lainnya. ''Dalam menyusun skenario, ada bentuk dan disiplin ilmu tersendiri. Bahkan, bisa saja orang yang lihai mengarang cerita, tapi tidak bisa menuliskannya dalam bentuk skenario karena adanya aturan teknis itu.''

Setelah melalui penilaian akhir, skenario karya Ruminto (penulis asal Desa Setiadi, Kecamatan Pring, Kebumen) berjudul Bintangku Jauh di Langit dinyatakan berhasil mengungguli 10 karya skenario yang masuk nominasi dewan juri, sehingga berhak menyandfang gelar juara pertama.

Sementara itu juara II, diraih Sigit Haryudonbo, asal Poncowolo Barat, Semarang, melalui karyanya berjudul Keliru. Juara III, Ruslan Ghofur asal Gang Ardisela Sleman, Kecamatan Sliyeg, Indramayu (Jabar) lewat sebuah karyanya yang cukup menarik.

Skenario terbaik, Bintangku Jauh di Langit, menurut Imam Tantowi, merupakan skenario berstandar nasional. Dari sisi cerita, cukup baik dan orisinal. Dalam karya itu diceritakan, seorang guru agama (pria) yang dalam hatinya bergejolak ketika melihat seorang murid wanita yang pacaran dengan murid laki-laki.

Kata Imam, orang akan mengira si guru cemburu terhadap perilaku siswinya itu. Namun, sebaliknya guru yang ternyata memiliki kelainan seks itu, mencintai siswa yang selama ini berdekat-dekat dengan siswi itu. ''Adegannya lucu; ketika si pria itu sedang pacaran dengan seorang siswa, si guru agama itu pingsan. Orang-orang mengira, guru itu cemburu buta terhadap si siswi. Ternyara tidak; tapi justru cemburu kepada si siswa,'' kata dia. (G12,aj-41)

(Sumber: Suara Merdeka, Senin, 29 Desember 2003)

Selanjutnya..

GENG KOPI TUBRUK


Santri Juga Bisa Gokil!
Judul: Geng Kopi Tubruk
Penulis: Ruslan Ghofur
Tebal: x + 212 halaman
Cetakan I: September 2006

Doni, Encep, dan Dul, menjadi teman akrab sejak kedatangan mereka di Pesantren Bait al-Muslimin. Doni yang asli Jakarta, Encep yang berdarah Sunda, dan Dul yang keluaran Tegal; perbedaan ini malah membuat kehidupan mereka di salah satu kamar asrama F jadi meriah dan asyik. Apalagi kalau mereka sudah kompak nongkrong di warung Kang Somad, menghadap segelas kopi tubruk hitam pekat!

Hasilnya, adaaa … saja ide iseng dan nakal mereka, dari bolos setoran hafalan, rebutan naksir Adinda, kirim surat cinta malah nyasar ke polisi pondok, berlagak sok pahlawan tak tahunya malah dicap pecundang, ketahuan nonton layar tancap sama Pak Kiai, kesandung masalah sama preman kampung … Benar-benar tak ada habisnya.

Hehehe, ternyata bakat kreatif khas anak-anak puber mereka tetap tersalurkan juga di pesantren. Bakat kreatif yang unik dan lucu, dan bikin para orang dewasa hanya bisa geleng-geleng kepala! ;))

Selanjutnya..
 

blogger templates | Make Money Online